Bertepatan pada hari Sabtu,tanggal 29 Mei 2021.Biro Departemen Ekonomi Islam fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga bersama Biro Keuangan ...

Perbankan dan keuangan Islam telah menjadi alternatif bagi masyarakat akibat tingkat komersialisasi dan penggunaan suku bunga yang lebih tinggi oleh perbankan dan lembaga keaungan konvesional. Adanya perkembangan dalam lembaga islam mendorong para akademisi untuk melakukan penelitian tentang keberadaan dan perkembangan perbankan dan keuangan syariah.

Pertumbuhan literatur perbankan syariah meningkat berlipat ganda sejak tahun 1983. Sebesar 2.874 dokumen telah terindeks Scopus. Dalam beberapa tahun terakhir, perkembangan penelitian terkait keuangan syariah termasuk pasar saham syariah dan keuangan mikro syariah telah meningkat secara signifikan. Maka dari itu, kami melakukan 3 proyek untuk melacak dan mengidentifikasi perkembangan literatur dari waktu ke waktu untuk membantu tren penelitian dan menentukan arah penelitian di masa yang akan datang. 

Pada perbankan Islam terdapat banyak tema besar yang diambil pada penelitian, yaitu Risiko dan Regulasi Perbankan Syariah, Stabilitas Bank Syariah dan Konvensional, Tata Kelola Perusahaan, Paradigma Perbankan Syariah, dan Efisiensi Bank Syariah. Dari yang kami ketahui, terdapat beberapa artikel populer dikutip. Tiga artikel tersebut membahas terkait perbedaan perbankan syariah dan perbankan konvensional dari perspektif yang berbeda.

 

Artikel yang paling banyak dikutip membahas terkait perbedaan perbankan syariah dengan perbankan konvensional dari segi orientasi bisnis, efisiensi, kualitas aset, serta stabilitas. Artikel ini dikutip sebanyak 498 kali. Penelitian bank syariah ini diharapkan dapat mengadaptasi atau menemukan pendekatan baru yang lebih tepat dan akurat. Penting untuk menemukan kumpulan data yang unik dan berkualitas tinggi yang membuka implikasi untuk penelitian keuangan konvensional.

Kemudian pada sisi pasar saham syariah, terdapat 4 sub tema yang diambil yang terdiri dari keterkaitan antara saham syariah dan pasar konvensional dan komoditas dalam krisis, kriteria standar penyaringan syariah, kinerja saham syariah, dan korelasi antara pasar saham syariah dan variabel makroekonomi. Pengutipan artikel paling banyak berjudul: “Risk and Return Characteristics of Islamic Equity Funds”. Artikel ini dikutip sebanyak 149 kali. Jumlahnya tidak berbeda jauh dengan artikel dua terbesar yang dikutip sebanyak 143 kali yang berjudul: “Investigation of Performance of Malaysian Islamic Unit Trust Funds: Comparison with Conventional Unit Trust Fund”. Diharapkan, penelitian selanjutnya membahas berbagai data indeks saham Islam pada tingkat sektoral sebagai perbedaan perilaku tingkat sektoral saham Islam serta melibatkan para sarjana dari berbagai negara untuk mengungkapkan hasil penelitian yang kuat yang mewakili perspektif global yang komprehensif.

Selanjutnya pada sisi keuangan mikro syariah, pembahasan populer yang diambil terdiri dari 8 sub tema. Seperti produk dan biaya, efisiensi, pengembangan, dan lain-lain. Artikel dengan jumlah terbanyak dikutip berjudul: “Social and financial efficiency of Islamic microfinance institutions: A Data Envelopment Analysis application”. 

Untuk penelitian selanjutnya diharapkan melibatkan Baitul Mal dan organisasi komersial lainnya di tingkat pemerintah untuk mendirikan lembaga keuangan mikro syariah serta peran pengawasan dalam pembiayaan mikro syariah yang memastikan bahwa keuangan sedang digunakan secara efektif dan pembayaran tepat waktu. 

Tepat pada tanggal 10 Mei 2021 dan bertepatan tanggal 27 Ramadhan 1442H. Departemen EkonomiI Islam Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga menyelenggarakan webinar Muslimah yang bertemakan“ Keseimbangan Peran Rumah Tangga dan Karir”. Webinar ini  mengahdirkan nara sumber yakni salah  satu guru besar di Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya (UINSA) yakni Prof.Dr.H.Ahmad Zahro, MA. Dan dimoderatori langsung oleh ketua departemen Ekonomi Syariah FEB Unair, yakni Dr. Sri Herianingrum, SE.,M.Si.

Dalam webinar ini, Prof Ahmad Zahro pada mulanya mengkaji tentang fiqih islam yang menempatkan wanita dan laki-laki dalam pembagian harta waris dan aqiqah yang berbeda. Tetapi,jika dikaji lebih mendalam ucap beliau, sesungguhnya nominal atau angka dalam keadilan tidak harus sama,karena keadilan itu harus sesuai dengan porsinya. Kemudian selanjutnya beliau menjelaskan tentang wanita karir,lalu beliau menceritakan kisah Rasulullah SAW yang pada waktu itu memperbolehkan Siti Khadijah untuk berdagang. Bahkan dagangan Khadijahpun menjadi salah satu komoditas terbesar pada zamannya. Dan hasil dari bisnis Khadijah sebagaian besar digunakan untuk membiayai Rasulullah SAW dalam berdakwah.

Dijelaskan pula pada surat Al-Baqarah ayat 228 yang artinya “Dan mereka (para perempuan) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.”. Serta pada surat An-Nisa’ ayat 32 yang artinya “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” . Disampaikan pula oleh bapak Ahmad Zahro bahwasannya dari ayat Al-Qur’an tersebut dapat diambil poin jika lelaki dan perempuan, masing-masing mempunyai hak untuk kesuksesan sediri-sendiri tergantung dengan usahanya, dan pastinya harus disertai do’a dan tawakkal kepada Allah.

Dalam webinar tersebut, bapak Ahmad Zahro juga menyebutkan bahwa sebenernya dalam Islam wanita sangat dimulyakan, tercatat juga dalam sejarah islam yang mencerminkan bahwa islam adalah agama yang sangat memulyakan perempuan. Salah satunya dengan adanya surat An-Nisa’ yang artinya perempuan. Kemudian beliau juga sempat menyiggung sedikit perkara poligami dalam islam, yang mana lelaki diperbolehkan menikahi hingga 4 orang wanita dengan berbagai syarat tentunya.

Kemudaian setelah narasumber menyampaikan materi, moderator mebuka Tanya jawab bagi peserta webinar. Dalam kesempatan ini peserta webinar sagat aktif dalam meberipertanyaan guna mengkaji lebihdalam pembahasan tersebut. Dalam sesi ini juga, bapak Ahmad Zahroh mengemukakan bahwa ketika wanita berumah tang dan berkarir, sosok suami juga harus bisa mengimbanginya,dan bagiamanapun prihal nafkah adalah tetap kewajiban suami. Oleh karena itu, wanita yang berumah tangga dan berkarir harus bisa memusyawarahkan terlebih dahulu dengan suami tentanghal ini, pastinya untuk menghindari permasalahan yangmungkin timbul kedepannya. Dalam hal ini beliau juga menekankan jika hak dan kewajiban suami dan istri harus benar-benar seimbang.

Webinar Kemuslimahan 1

Setelah sesi Tanya jawab, acara webinar disudahi dan ditutup dengan sesi foto bersama dan ditutup dengan do’a. Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar tanpa ada kendala dan peserta terlihat sangat terkesan dengan materi yang dibawakan oleh narasumber. (Auvi/DES)

Pada hari Sabtu, 8 Mei 2021, departemen Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Airlangga mengadakan Kuliah Tamu Manajemen Bank Syariah dengan tema “Pengembangan Digital Banking Perbankan Syariah” dengan dua pembicara, Kindy Miftah, S.E., M.Si dan Syaifullah Asyik, ST., MM. Acara dibuka oleh MC dan sambutan oleh Dr. Sri Herianingrum, S.E., M.Si, ketua Prodi Ekonomi Islam UNAIR. Kemudian acara diserahkan kepada Moderator, Bapak Denizar Abdurrahman Mi’raj, S.EI, M.SEI., Dosen Departemen Ekonomi Islam Universitas Airlangga.

Kemudian penyampaian materi yan dibawakan oleh Bapak Kindy Miftah, S.E., M.Si, Assistant Vice President Sharia Retail and Business Banking Analytics. Dalam materinya, beliau menyatakan bahwa Indonesia sebenarnya menduduki peringkat satu dunia dalam penggunaan aplikasi transportasi online (65%), pemesanan online (71%), dan aspek lainnya. Perbankan Indonesia memang bukan nomer satu dalam banking dan finansial, tapi perkembangannya tergolong baik dan positif. Oleh karena itu, digitalisasi perbankan sudah menjadi sebuah keharusan, bukan lagi opsional.

Sistem digital sebenarnya sudah ada 10 tahun lalu pada tahun 2011, akan tetapi baru booming 5 tahun terakhir. Bahkan sekarang sudah mulai muncul Bank Online, yaitu bank yang layanannya full online. Beliau juga menyatakan bahwa Bank Syariah sudah bisa bersaing dengan Bank Konvensional.

Pada era yang serba digital seperti saat ini, mobile banking tidak akan berkembang apabila ekosistem digital tidak berkembang. Sedangkan Bank Syariah semakin solid di retail banking, siap melayani ekosistem digital. Pak Kindy juga menyampaikan kunci sukses digitalisasi perbankan Syariah, yaitu: continual improvement, data analytics, promotion, build up ecosystem.

Kemudian pemateri kedua, Bapak Syaifullah Asyik, ST., MM., Direktur Utama BPRS Bakti Artha Sejahtera Sampang Perseroda, membawakan materinya. Beliau menyampaikan bahwa perbankan digital itu tidak hanya tentang bank-bank umum besar seperti BNI, BRI, BSI, Maybank, dan sejenisnya, akan tetapi juga tentang bank BPRS yang dekat dengan masyarakat swasta ke bawah.

Dokumentasi Digital Banking12

Bank BPRS masih memiliki banyak kekurangan dan ketertinggalan dari bank-bank umum akibat beberapa faktor, seperti belum bisa transfer ke bank lain, akan tetapi pihak BPRS akan berusaha lebih baik lagi untuk mengejar ketertinggalan. Salah satu faktornya adalah keadaan masyarakat yang masih gagap teknologi dan belum bisa secepat masyarakat kota dalam memahami teknologi. Strategi yang dilakukan BPRS agar bisa berkembang adalah harus bersinergi dengan saling memperkuat BPRS BAS Sampang dengan Bank Umum. Beberapa bank umum yang bekerja sama dengan BPRS adalah Bank Permata Syariah, Bank Muamalat, dan Bank Danamon Syariah. Beliau bermimpi BPRS memiliki system yang sama dengan Bank Umum suatu hari nanti.

Dokumentasi Digital Banking11

Setelah sesi tanya-jawab, ada penyampaian closing statement dari dua pemateri. Salah satu yang disebutkan beliau adalah usulan mengenai mata kuliah tentang perbankan digital agar berbanding lurus kerjasama antara insudtri dan perkuliahan tentang mata kuliahnya. Setelah itu closing statement oleh Ibu Sri Herianingrum dan ditutup oleh MC. (Fath/DES)

Pada hari Senin, 1 Mei 2021, CIES (Centre of Islamic Economics Studies) menyelenggarakan sebuah webinar kepenulisan sebagai CIES Research Exploration ekslusif hanya untuk para anggota CIES saja. Tema yang dibawakan adalah “Pengenalan Riset dan Metodologi Penelitian” dengan pembicara oleh Bapak Bayu Arifianto, Ph. D., Kepala Program Studi Ekonomi Islam Universitas Airlangga.

pak Bayu acara CIES

Acara dimulai jam 09.00 dengan pembukaan oleh MC serta pembacaan ayat suci al-Qur’an. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua Panitia Pelaksana yang banyak menyampaikan terima kasihnya kepada pihak-pihak yang berpartisipasi, dan pembacaan SOP peserta oleh MC agar peserta dapat mengikui webinar dengan sebaik-baiknya.
Acara selanjutnya yaitu materi yang disampaikan oleh Pak Bayu. Beliau menyampaikan bahwa abstrak adalah intisari artikel yang harus memuat tujuan penelitian, metode penelitian, penemuan utama, serta implikasi lain atau uji ketahanan. Para reviewer dalam penulisan sebuah karya ilmiah, melihat kepada poin tertentu, yaitu; alasan/motivasi meneliti, research gap, inovasi, uji ketahanan, implikasi, dan cerita dari manuskrip.
Sedangkan pernyataan esensial untuk sebuah artikel ilmiah yang pertama adalah orinilalitas, yaitu apakah yang diteliti oleh penulis merupakan sesuatu yang mutakhir atau baru. Kemudian yang kedua, hubungan literatur terdahulu, apakah penulisannya masih berhubungan atau berkaitan dengan jurnal-jurnal sebelumnya. Yang ketiga, metodologi yang dipakai sudah sesuai, benar, dan cocok atau belum dengan penelitian yang dilakukan. Yang keempat, hasil dan konklusi bersifat positif atau tidak. Kemudian yang kelima adalah implikasinya menjembatani teori dan gap atau tidak.

Dalam materinya, Pak Bayu juga menyampaikan tips-tips menulis manuskrip:
1. Melihat standar jurnal internasional dalam menulis
2. Alur penulisan menarik dan baik
3. Memuncukan motivasi, research gap, dan novelty
4. Perbanyak artikel terdahulu yang berkaitan dengan menuskrip yang sedang ditulis
5. Data dan olah data yang benar
6. Menemukan banyak implikasi dan kontribusi
7. Mengacu kepada research question
8. Meringkas dan memoles bagian yang dipisah
9. Tambahkan literatur dari jurnal nereputasi


Usai penyampaian materi, MC mempersilahkan Pak Bayu untuk menyampaikan pesan kepada para CIESer. Pesan yang beliau sampaikan adalah harus tetap religius dan ilmiah dalam melakukan segala aktivitas dan professional. Kemudian MC menyimpulkan dari materi yang dibawakan oleh Pak Bayu, dan acara ditutup dengan foto bersama serta closing statement dari MC. (Fath/DES)

Pada hari Ahad, 2 Mei 2021, pihak Departemen Universitas Airlangga menyelenggarakan workshop manajemen aset dan liabiliti Syariah dengan tema “Peta Persaingan Bank Syariah dan Strategi ALMA (Asset and Liability Management) 2021”. Workshop dimulai pukul 08.30 oleh Ibu Lina, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga sebagai Moderator dalam acara. Sambutan dibawakan oleh Ibu Sri Herianingrum, akan tetapi diwakilkan oleh Bapak Sulistya Rusgianto dari departemen Ekonomi Islam Universitas Airlangga.

Dalam sambutannya, Bapak Sulistya menyebutkan bahwa ALMA tidak kekang oleh zaman, dan seiring berubahnya zaman dan teknologi, maka ALMA juga akan berubah sedikit demi sedikit. Seharusnya dalam konsep Syariah, mismatch antara aset dan liabiliti lebih mudah.

Kemudian dilanjutkan oleh materi yang disampaikan oleh Bapak Kindy Miftah, Sr.Manager Syariah Business Banking Analytics. Beliau menyebutkan bahwa ALMA merupakan jantung dari dunia perbankan. Melihat kepada jumlah bank Syariah di Indonesia yang tetap di angka 24 dikarenakan adanya konversi dan spin-off sejumlah bank Syariah, bahwa perbankan Syariah mengalami pertumbuhan. Jika dilihat dari segi jumlah aset dari tahun 2010 dengan nominal 97,5 triliun dan profit 1,3 triliun dibandingkan dengan tahun 2020 yang mencapai aset 593 triliun dan profit 5,5 triliun, pertumbuhan yang terjadi tampak dengan sangat positif. Pak Kindy juga menyampaikan bahwa pada 10 tahun terakhir, dari segi produk, fitur perbankan Syariah lebih advance dan dapat pricing bersaing dengan perbankan konvensional yang besar. Sebuah pernyataan menyatakan bahwa perbankan Syariah masih bisa terus tumbuh ke depannya, maka PR bagi kita semua bagaimana perbankan Syariah mencapai ranah nasional secara portofolio untuk menjadi lebih baik lagi.

Workshop ALMA 1

Dalam materinya, Pak Kindy menyampaikan bahwa BSI sebagai bank Syariah terbesar saat ini telah menguasai 40% dari market sharing perbankan, yang mana persaingannya bukan dengan sesame bank Syariah lagi, akan tetapi dengan bank-bank besar konvensional. Bank Syariah sendiri dari segi CASA (Current Account Saving Account) dan CoF (Cost of Funds) pertumbuhannya sudah cukup tinggi. BSI memiliki potensi di segmen atas berkualitas.

Adapun strategi ALMA 2021 sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Kindy yang pertama adalah dengan Rebalancing FDR. FDR perbankan Syariah menyentuh level terendah sepanjang sejarah sehingga harus terus menjaga dengan ketat keseimbangan pertumbuhan pembiayaan dengan portofolio dana mahal.

Kemudian yang kedua adalah menjaga Cost of Funds agar stabil dan mengikuti tren. Di tengah recovery pembiayaan yang perlahan, menjaga CoF tetap stabil lebih utama daripada mengupayakan NIM yang optimal. Bank Syariah harus memilah mana dana yang dipertahankan juga sembari mengikuti tren suku bunga. Kemudian yang ketiga adalah fikus dana murah jangka panjang. Fokus biaya untuk promosi dibanding biaya dana (bagi hasil/bonus). Pengembangan produk dan customer base digital secara agresif.

Workshop ALMA 2

Setelah penyampaian materi, closing statement berupa pesan dari Pak Kindy untuk para peserta. Isi pesan beliau adalah kita harus berupaya dalam pertumbuhan perbankan syariah khususnya pada market sharing. Semuanya bergerak mendukung keuangan Syariah agar ke depannya menjadi lebih baik lagi. Kemudian statement yang kedua disampaikan oleh Pak Sulistya. Isi pesan beliau adalah mari kita semua bersiap untuk mendukung pertumbuhan perbankan Syariah. Beliau juga menyampaikan bahwa mahasiswa Universitas Airlangga bukan disiapkan agar bisa langsung kerja, akan tetapi bagaimana mereka bisa beradaptasi dengan cepat.

Acara workshop ditutup dengan sesi foto bersama dan ditutup secara resmi oleh Ibu Lina selaku Moderator acara. Alhamdulillah acara berjalan dengan lancar tanpa ada kendala dan beliau berterima kasih atas partisipasi aktif dari para peserta di akhir closing-nya. (Fath/DES)

Acara Boosting Halal Industry Trough Information Technology Pada Kamis, 22 April 2021 mengundang dua pemateri yaitu Ibu Hastining Bagyo Astuti atau lebih dikenal sebagai Bu Naning, selaku Vice President Telkomsel, dan Ibu Ririn Tri Ratnasari selaku Head of Center for Halal Industry Digitalization.

Dr. Sulistya Rusgianto selaku Moderator pada acara Webinar Boosting Halal Industry Through Information Technology                                      Dok: DES

Dalam kesempatan ini Ibu Naning memberikan wawasan tentang bisnis dan teknologi. Beliau menyatakan bahwa tingkat konsumsi digital mengalami kenaikan yoy 2018-2019. Selain itu, mewabahnya Covid-19 juga mempercepat adopsi digital di banyak bidang.

Dokumentasi Halal indus

Ibu Naning pada kesempatan pemaparan Digitalization Halal Industry                                               Dok: DES

Menurut Ibu Naning, ada empat tantangan terbesar bisnis:

  1. Staying innovative
  2. Menyediakan keamanan di berbagai platform dan pengguna
  3. Efisiensi, dan
  4. Mengumpulkan, mengolah, dan memanfaatkan Customer Experiences

Dokumentasi Halal indus 3

Dr. Ririn Tri Ratnasari memberikan insight future research dalam bidang Halal Industry                              Dok: DES

Pada sesi berikutnya, Ibu Ririn menjelaskan beberapa hasil penelitian terkait perkembangan industri halal. Dijelaskan oleh beliau bahwa, nilai konsumsi muslim mencapai 3,2 triliun dolar. Perkembangan industri halal yang paling signifikan adalah kosmetik halal dan farmasi serta fashion juga memiliki propek yang bagus.

Ibu Ririn juga menambahkan kalau diharapkan indonesia tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga menjadi produsen sehingga tercipta halal ekosistem. Peran halal industri sangat berpengaruh kepada pertumbuhan ekonomi indonesia. Harapannya dari halal behavior menjadi halal lifestyle.

Selain itu, Sustainable Development Goals (SDGs) menjadi acuan jangka panjang. Dari SGDs itu bisa mendapatkan healty food, halal lagi baik. Langkah nyata Poin SGDs ini adalah adanya halal sertification. Bagaimana kita meningkatkan awareness dan attention sehingga menciptakan halal ecosystem.

Sesi akhir dilanjutkan dengan Ice Breaking, yang menambah keseruan pemberian materi dan serangkaian acara Webinar yang digelar oleh Departemen Ekonomi Syariah. (Mua/DES)

Dokumentasi Halal indus 4

Oleh: Imron Mawardi

Pesantren kini jadi perhatian banyak pihak. Bukan dari sisi pendidikannya saja, tapi justru dari sisi potensi ekonominya. Jumlahnya yang mencapai lebih dari 28 ribu dengan  jutaan santri dinilai memiliki nilai strategis untuk menggerakkan ekonomi. Berbagai lembaga pemerintah pun ramai-ramai menjadikan pesantren sebagai objek program ekonominya.

Bank Indonesia (BI), misalnya, punya program Kemandirian Ekonomi Pesantren. Bahkan, BI punya peta jalan 300 pesantren 2017-2025. Mulai dari  pengembangan dan restruturisasi  model bisnis usaha pesantren, standirisasi keuangan, hingga pengembangan platform virtual market pesantren. Bahkan, BI membuat pusat layanan unggulan dan  holding  bisnis pesantren  di tingkat nasional hingga wilayah.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga punya program pengembangan ekonomi pesantren dan masjid lewat Program Gress. Begitu juga LPDB kini aktif membina pesantren dan menyalurkan pembiayaan dana bergulir ke pesantren. Di Jatim, 23 koperasi pesantren telah memperoleh pembiayaan itu.

Di Jatim, Pemerintah Provinsi punya program One Pesantren One Product (OPOP). Gubernur Khofifah menyebut OPOP adalah program unggulan Jatim untuk meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi masyarakat. Saat ini, sekitar 200 dari 6.017 pesantren di provinsi ini sudah tergabung dalam program ini.

Tak salah menjadikan pesantren untuk menggerakkan ekonomi. Pesantren adalah institusi pendidikan yang sangat penting di Indonesia. Muncul sejak berabad-abad yang lalu (Muhtarom, 2005: 263-265), pesantren tetap eksis di tengah perubahan jaman yang cepat. Pada tahun 2020, Kementerian Agama RI mencatat jumlah pesantren di Indonesia mencapai  28.194. Sebanyak 6.017 di antaranya berada di Jawa Timur.

Banyak di antara pesantren tersebut telah berusia  dua hingga tiga abad dan tetap eksis hingga sekarang. Di antaranya adalah PP Sidogiri Pasuruan yang berdiri tahun 1718, PP Miftahul Huda Malang 1768, PP Al-Hamdaniyah Sidoarjo dan PP Darul Ulum Banyuanyar tahun 1787, dan PP Termas Ponorogo tahun 1830.

Salah satu kunci sukses PP mempertahankan eksistensinya adalah dilakukannya transformasi orientasi menyesuaikan perkembangan jaman dan kebutuhan  santri (Dhofier, 2010). Saat ini, tiga model pesantren tetap kokoh. Pesantren salaf (tradisional), pesantren khalaf (modern), dan pesantren terpadu atau campuran. Bahkan, jumlah terbanyak adalah pesantren salaf (Muhtarom, 2005: 265).

Salah satu kunci suksesnya adalah fleksibilitas pesantren yang luar biasa. Mengikuti tuntutan lulusan pesantren, pesantren berusaha membekali santri dengan pengetahuan, skill, dan teknologi (Isfannah, 2012). Kunci sukses yang lain adalah kemampuan pesantren menyelenggarakan pendidikan dengan biaya murah. Ini pas dengan kebanyakan santri yang  berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, namun menginginkan pendidikan yang bagus.

Untuk keperluan itu, banyak pesantren menggali sumber pendapatan sendiri guna menyubsidi biaya operasional pesantren. Salah satunya  adalah dengan mendirikan unit usaha pesantren. Banyak pesantren di Indonesia memiliki unit usaha. Bentuk dan jenisnya bermacam-macam. Dan sebagian besar belum dikelola secara professional.

Sebagian unit usaha pesantren dimiliki oleh pengasuh (kyai), meski hasilnya digunakan untuk menyubsidi operasional pesantren. Sebagian yang lain dimiliki oleh yayasan atau pesantren secara langsung. Dari sisi skala, sebagian besar adalah usaha mikro-kecil dan menengah. Sebagian besar dikelola seperti usaha rumah tangga. Sedikit di antaranya  sudah dikelola secara professional dan berbadan usaha PT atau CV.

Kuncinya Tinggalkan Ego

Salah satu keunggulan pesantren dari sisi ekonomi adalah adanya captive market yang besar. Santri, keluarga santri, alumni dan keluarganya adalah pasar yang potensial bagi usaha pesantren. Apalagi bagi pesantren-pesantren besar dengan jumlah santri ribuan.

Ada puluhan pesantren di Jatim yang memiliki santri lebih dari 10 ribu. Contohnya saja PP Sunan Dradjat Lamongan, PP Al-Amien Sumenep, Gontor, Salafiyah Syafiiyah Situbondo, Lirboyo dan Al-Falah Kediri, An-Nur Malang, dan sebagainya. Potensi SDM-nya juga sangat besar, karena banyak santri bisa dibekali skill bisnis untuk mengelola.

Dengan captive market yang besar, seharusnya nilai ekonomi pesantren bisa dinikmati oleh kalangan pesantren sendiri. Di sinilah Program OPOP seharusnya bisa memetakan dan mengarahkan setiap pesantren bisa memiliki produk unggulan yang dibutuhkan oleh stakeholder pesantren. Antar pesantren bisa saling beli dan saling jual produk unggulannya, sehingga pasar pesantren dikuasai oleh pesantren sendiri.

Konsep ini sebenarnya sudah digagas dan diterapkan oleh BI Jatim. Sebanyak 17 pesantren besar di Jatim dijadikan sebagai pilot project. Mereka dibina dan disatukan dalam jaringan pesantren yang tergabung dalam Koperasi Sekunder Pesantren. Anggotanya adalah koperasi-koperasi primer pesantren.

Secara konsep, potensinya luar biasa. Sebagai contoh saja kebutuhan seragam santri. Pesantren yang memiliki santri  12 ribu, tiap  tahun menerima  4 ribu santri baru. Kebutuhan seragam per santri sedikitnya lima, termasuk seragam olahraga. Artinya, kebutuhan tiap tahun mencapai 20 ribu seragam. Jika harga satu seragam Rp 50 ribu saja, maka nilainya mencapai Rp 1 miliar.

Dengan kolaborasi, maka seharusnya ada pesantren yang punya usaha unggulan konveksi yang memproduksi seragam. Ada yang usahanya produksi songkok, sarung, dan sepatu-sandal. Juga consumer goods seperti sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan sampo. Pesantren lain bisa memproduksi barang pertanian, beras, sayur, hingga peternakan dan perikanan.

Dari hitung-hitungan kasar, nilai ekonomi di satu pesantren per bulan mencapai miliaran. Anggaplah pengeluaran satu santri  Rp 500 ribu sebulan, maka nilai ekonomi di pesantren dengan 10 ribu santri mencapai Rp 5 miliar. Padahal di beberapa pesantren, santri bisa menghabiskan Rp 1 juta hingga Rp 2 juta sebulan. Bisa dihitung berapa uang berputar di pesantren dengan jumlah santri hampir sejuta di Jatim.

Kunci sukses kolaborasi pesantren dalam OPOP ini ada pada ego masing-masing pesantren. Sebab, pesantren ibarat kerajaan-kerajaan kecil. Mereka asyik dengan kondisinya masing-masing, dan sulit untuk saling menyerahkan potensi pasarnya ke pesantren lain.

Untuk itu, perlu dibuatkan  kelompok-kelompok pesantren dalam satu kesatuan usaha atau holding. Bisa juga dengan koperasi sekunder. Setiap pesantren menjual produknya dan membeli produk lain ke koperasi sekunder yang dimiliki bersama. Dengan begitu, keuntungan nantinya akan kembali ke masing-masing pesantren berdasarkan pada keaktifannya bertransaksi.

Selain itu, sebagian besar pesantren menerapkan kepemimpinan terpusat. Semua tergantung kiyainya. Atau gus-gus putra kiyai. Karena itu, agar sukses, semua program untuk pesantren, termasuk OPOP, harus melibatkan langsung kiyai atau para putranya. Setinggi apa pun jabatan santri tak akan berani mengambil keputusan tanpa persetujuan dari kiyai atau putra-putrinya.

Artikel ini tayang pertama kali di Harian DI’s way 08/04/2021, dengan judul “Gerakkan Ekonomi dengan “One Pesantren One Product” Direpublikasi di sini dengan seizin Penulis untuk tujuan pendidikan dan dakwah

Oleh: Imron Mawardi

Rendahnya penerimaan zakat nasional kini mulai jadi perhatian pemerintah. Presiden Joko Widodo akan mendorong pengumpulan zakat dengan menerbitkan Perpres pemotongan zakat bagi ASN, TNI, dan Polri. Bahkan, kemungkinan juga kepada pegawai BUMN. Tentu saja, hanya bagi muslim dan telah memenuhi syarat sebagai orang yang wajib berzakat (muzakki).

Syarat muzakki adalah pendapatan setara dengan 85 gram emas setahun. Dengan harga emas Rp 1 juta per gram, maka yang akan dipotong zakat adalan PNS yang pendapatannya lebih dari Rp 85 juta setahun atau lebih dari Rp 7 juta per bulan. Potongan zakatnya adalah 2,5%.

Kabar baik itu disampaikan Ketua Baznas Noor Achmad yang sudah mendapat kepastian dari presiden akhir Februari lalu. Penerbitan Perpres ini akan menjadi momentum penting bagi zakat. Suatu institusi keuangan Islam yang sangat penting untuk distribusi kekayaaan dan pencapaian kesejahteraan umat.

Banyak yang mengkhawatirkan kehadiran Perpres pemotongan zakat bagi PNS, TNI, dan Polri itu. Perpres itu dianggap sebagai ikut campurnya negara dalam urusan agama. Apalagi, dalam lima tahun terakhir, banyak Perda terkait agama dibatalkan oleh Mendagri. Selain itu, banyak pihak mengkhawatirkan potensi korupsi dana zakat ketika institusi pemerintah ikut mengelola zakat. Juga tidak efektifnya pengelolaan zakat karena institusi pemerintah dinilai tidak professional.

Campur tangan pemerintah terhadap pelaksanaan agama adalah hal yang wajar. Sebab, dengan asas Pancasila, maka sudah seharusnya negara ikut serta menegakkan agama bagi pemeluknya. Pemotongan zakat bagi PNS, TNI, dan Polri ini tak ada bedanya dengan diberlakukannya hukum Islam dalam perkawinan dan waris. Juga keberadaan peradilan agama yang tidak saja mengurusi perkawinan, cerai, dan waris, tapi juga sengketa perbankan syariah.

Begitu juga tak perlu mengkhawatirkan potensi korupsi dan tak efektifnya penyaluran zakat. Hal itu bisa dihindari, karena sebenarnya pemerintah tidak secara langsung mengelola dana zakat, meski dikutip melalui instansi pemerintah. Sebab, menurut UU Zakat yang berhak mengelola zakat adalah Baznas. Dalam mengumpulkan, mendistribusikan, dan memberdayakan zakat, Baznas dibantu oleh Lembaga Amil Zakat (LAZ).

Dengan begitu, instansi pemerintah yang memotong zakat para PNS, TNI, dan Polri tidak berhak mengelola zakat. Instansi tersebut hanya bisa mendirikan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) yang disahkan oleh Baznas. UPZ itu yang menerima zakat, lalu menyerahkannya kepada Baznas atau LAZ.

Meski begitu, UPZ dapat mengajukan diri untuk ikut mendistribusikan zakat dengan cara menyusun program yang harus disetujui oleh Baznas. Semestinya, program tersebut menjangkau stakeholder instansi tempat zakat dipotong. Ini agar zakat dapat dirasakan oleh mustahiq yang memiliki kedekatan dengan instansi tersebut.

Selain cara tersebut, dalam kerangka lebih makro, zakat bisa disinergikan dengan APBN. Sejarah mencatat bahwa zakat merupakan salah satu instrumen penting dalam pembangunan pada pemerintahan Islam. Meski penggunaan zakat bersifat spesifik, yaitu 8 golongan sebagaimana ditegaskan dalam At-Taubah ayat 60, namun banyak program pemerintah bisa menggunakan dana zakat. Di antaranya, program-program pemberdayaan umat, pengentasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pembangunan sarana ibadah.

Dengan demikian, bisa dilakukan integrasi dana zakat dengan APBN dalam membiayai pembangunan. Sinergi pemerintah-lembaga zakat ini akan menguntungkan kedua pihak. Bagi Baznas dan LAZ, sinergi program ini akan membuat penyaluran zakat lebih efektif. Lembaga zakat akan berbagi dengan pemerintah dalam pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, mereka bisa fokus pada obyek atau daerah tertentu. Begitu juga pemerintah bisa memfokuskan dana pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan pada daerah yang tidak ditangani oleh lembaga zakat.

Hal ini bisa terwujud jika pemerintah sungguh-sungguh memposisikan zakat sebagai bagian dari pemerintah dengan cara meningkatkan literasi, mendorong muslim untuk membayar zakat, dan memberi insentif pembayar zakat. Jika potensi zakat yang besar itu bisa dimaksimalkan, maka pemerintah akan sangat terbantu dalam membiayai pembangunan, utamanya yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan, pendidikaan, dan kesehatan yang sesuai dengan ketentuan mustahiq zakat.

Sebagai konsekuensi dari pemotongan zakat bagi PNS, TNI, dan Polri, pemerintah seharusnya menjadikan zakat sebagai pengurang pajak langsung (tax deductible). Selama ini pemerintah hanya menjadikan zakat sebagai pengurang pajak tidak langsung (deductible taxable income). Zakat menjadi pengurang pajak langsung tidak perlu dikhawatirkan akan mengurangi perolehan pajak. Mengaca pada Malaysia, ketika zakat menjadi pengurang pajak langsung, perolehan zakat dan pajak sama-sama meningkat tajam.

Seberapa potensi zakat dari PNS, TNI, dan Polri? Yang jelas cukup besar. Dan yang penting adalah multiplier-nya. Berdasarkan data di BPS, per Desember 2020, jumlah PNS ada 4.168.000. PNS yang bisa dipotong zakatnya adalah yang penghasilannya sudah mencapai satu nishab, yaitu setara dengan 85 gram emas setahun. Dengan harga emas Rp 1 juta per gram, maka nishab setara dengan Rp 85 juta atau Rp 7.000.000 per bulan.

Anggaplah yang pendapatannya sebesar itu adalah PNS golongan IV dan golongan III. Golongan IV mencapai 986.000 dan golongan III 2.430.000. Total 3.416.000. Jika zakat adalah 2,5 persen dari Rp 7 juta, jumlahnya adalah Rp 175.000 per bulan atau Rp 2,1 juta setahun. Dengan hitungan itu, zakat PNS golongan III dan IV mencapai Rp 7,17 triliun. Jumlah itu mencapai 70 persen dari perolehan zakat Baznas dan LAZ tahun 2020 yang mencapai lebih dari Rp 10 triliun.

Potensi zakat sebenarnya jauh lebih besar dari itu. Studi Beik (2012) menunjukkan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai 3,4 persen dari PDB, sehingga mencapai Rp 217 triliun pada tahun 2012. Dengan PDB 2018 seebsar Rp 14.837 triliun (BPS, 2019), potensi zakat Indonesia setahun mencapai Rp 504 triliun. Ini tentunya mencapai 25,96% pendapatan pemerintah tahun 2018 yang mencapai Rp 1.942,3 triliun.

Sebenarnya, ZIS yang dibayarkan umat Islam selama tahun 2018 pasti jauh dari angka tersebut. Sebab, berbagai studi seperti Saidi (2003) dan Pirac (2007) menyebut bahwa hanya 6% muzakki Indonesia membayar zakat kepada BAZ/LAZ. Sebanyak 94% membayar tidak melalui lembaga zakat resmi. Sebanyak 66% membayar melalui amil dekat rumah seperti masjid, pesantren, atau yayasan anak yatim, dan 28% membayar langsung kepada penerima zakat (mustahiq), terutama fakis miskin. Dengan asumsi tersebut, kemungkinan besar ZIS setahun mencapai 16,67 kali perolehan LAZ/BAS atau Rp 167 triliun pada tahun 2020. Wallahu a’lam.

Artikel ini tayang pertama kali di Harian DI’s way 31/03/2021, dengan judul “Potensi Zakat dari ASN dan TNI-Polri” Direpublikasi di sini dengan seizin Penulis untuk tujuan pendidikan dan dakwah.