SYAFIRA Refora Danindya atau yang biasa disapa Syafira lahir di Kota Agung-Lampung, 22 Mei 1998. la memulai bisnisnya di bidang fashion yaitu, hijab. Hijab kini tak hanya menjadi kewajiban semata untuk muslimah tetapi sebagian sudah menjadikannya tren yang dipadupadankan dengan outfit yang mereka gunakan. Di umurnya yang baru menginjak 19 tahun tidak menyuru­tkan tekadnya untuk serius dalam berbisnis. Berbisnis tidak sekedar ikut-ikutan tetapi berkaitan dengan passion dan ada niat yang kuat untuk menjalankannya. Syafira mendirikan brand local "Shaveoda" berdi­ri sejak tahun 2014.

Pada awalnya la berjualan kaos kaki dan hijab, saat itu berawal dari keisen­gannya ia berjualan dua lusin kaos kaki di lingkungan sekolah dan ternyata mendapat respon pasar yang sangat bagus hingga selama dua hari habis terjual, akhirnya dengan mendapat modal senilai Rp.300.000 dari orang tua dan balik modal dengan waktu satu minggu saja, shaveo­da mulai menjual 9 lusin kaos kaki secara reseller dari motif yang bercorak dan polos serta terus berkembang sampai stok berkisar 30 lusin hingga beromset 5 juta dalam 6 buIan pada saat itu, Pada saat itu pemasaran dilakukan melalui instagram, grup BBM, car free day dan juga cash on delivery.
Tahun 2015 awal, ia mulai menjual hijab segi empat rawis sejumlah dua lusin dengan sistem reseller dari agen, namun pada saat itu selama dua tahun jilbab yang terjual hanya ada 6 buah karena kurangnya respon pasar, sehingga pada saat itu shaveoda lebih berfokus pada penjualan kaos kaki saja yang divariasi. Pada tahun 2015 pertengahan, keadaan pasar mulai melesu karena konsumen bosan dengan kaos kaki dan pada saat itu shaveoda memutuskan untuk rehat selama satu tahun karena owner memprioritaskan urusan studi ke jenjang yang lebih tinggi, penjualan kaos kaki dihentikan dan Sha­veoda sekarang menjadi brand local hijab.

Nama Shaveoda terinspirasi dari akronim dari nama owner sendiri yaitu Syafira Refora Danindya, karena dengan nama tersebut menggambarkan identitas dan se­suatu yang telah dirintis dari awal. Penurunan terbesar pada tahun 2015 ketika shaveoda memutuskan vakum karena owner fokus untuk persiapan kuliah. Saat itu hampir setahun tidak ada penjualan dan karena misscom dengan penjahit. Shaveoda pernah sebulan hanya men­jual jilbab sisa stock saja dan hanya meraup omset Rp 1 juta dalam dua bulan karena liburan dan pindah semen­tara ke Surabaya. Hal tersebut berbeda ketika shaveoda intensif berada di Surabaya dan meraup omset 10 juta/bu­lan.
Dilansir dari goukm.id tahun 2020-2030 adalah puncak bonus demografi di Indonesia akibat dari besarnya pro­porsi penduduk produktif (rentang 15-64 tahun) diban­dingkan dengan penduduk usia non produktif (< 15 tahun dan > 65 tahun). Jumlah penduduk Indonesia memang dari tahun selalu meningkat. Bahkan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan jumlah penduduk Indonesia pada 2030 bisa mencapai 305,6 juta jiwa. Jumlah ini akan meningkat 28,6% dari tahun 2010 yang sebesar 237,6 juta jiwa.

Menanggapi issue bonus demografi banyak ancaman yang justru bisa menjadi pintu bencana apabila kita kurang perhatian terhadap upaya peningkatan kualitas SOM, semakin sempitnya lapangan pekerjaan, dan juga pengangguran semakin banyak. Shaveoda tidak hanya ditangani sendiri oleh pemiliknya melainkan mempeker­jakan orang untuk bagian pengiriman paket. Ada pun manfaat yang didapat dari bonus demografi yaitu dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang memicu pada peningkatan konsumsi maupun pertumbuhan investasi atau tabungan serta dapat mengurangi tingkat ketergantungan, mendorong produktivitas dan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Seiring berja­lannya waktu, bisnis ini akan berkembang dan membutuhkan investasi. Diharapkan dari adanya bonus demo-Bonus demografi itu dapat di­manfaatkan dengan baik dengan bekerja. Namun, bila tidak bekerja maka bonus de­mografi itu tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan bahaya. Oleh karena itu, me­nurut Sugiarto (Kepala Badan Perencanaan dan Pengemban­gan Ketenagakerjaan Kemen­terian Ketenagakerjaan), untuk dapat bekerja secara optimal setidaknya ada empat bidang garapan yang harus dilakukan. Bidang garapan pertama adalah melindungi penduduk yang sudah bekerja dapat terus bekerja. Kedua, bagiamana membuka kesempatan kerja agar angkatan kerja baru memperoleh tempat untuk bekerja. Ketiga, memfasilitasi penduduk yang bekerja terus bekerja dan memiliki produktifitas yang tinggi. Keempat, menyiapkan angkatan kerja baru agar memiliki kompetensi yang tinggi sesuai dengan permintaan pasar tenaga kerja. Jadi itu lah beberapa cara agar bonus demografi bisa optimal. (Salsabila Rif'at Hidayat)

 

"Bisnis sesuai passion, jangan sekedar ikut -ikutan"
-Syafira Refora-

 Sumber : B-Magz FEB Unair vol-1