Bulan Maret 2018 presiden Joko Widodo dalam pidatonya menantang perbankan untuk melaksanakan kredit Pendidikan untuk perguruan tinggi atau lebih dikenal dengan Student Loan. Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut bukan tanpa dasar. Hal tersebut berkaca dari kondisi masyarakat belakangan ini yaitu rendahnya daya serap lulusan SMA sederajat yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Tentu saja, hal tersebut sangat memprihatinkan mengingat persaingan kini sudah tidak lagi di lingkup Indonesia saja tetapi sudah taraf internasional, seperti MEA. Di sisi lain, daya serap kredit di Indonesia juga masih tergolong rendah. Presiden Jokowi juga mengatakan bahwa di beberapa negara maju dan berkembang, system student loan berhasil dilaksanakan meskipun masih ada kendala yang dihadapi. Dengan berbagai alasan tersebut presiden Jokowi menginginkan adanya sistem kredit yang mampu mengurangi berbagai permasalahan tersebut. Tantangan presiden tersebut nyatanya disambut baik oleh perbankan nasional. Dalam selang waktu beberapa minggu Bank Tabungan Negara (BTN) meluncurkan kredit Pendidikan untuk mahasiswa mulai S1 hingga S3 dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) meluncurkan kredit untuk mahasiswa S2 dan S3 dengan beberapa ketentuan.
Pada tahun 1980 sebenarnya di Indonesia sudah melaksankan kredit Pendidikan yang lebih dikenal dengan KMI (Kredit Mahasiswa Indonesia). Akan tetapi, program ini mengalami kegagalan karena persyaratan untuk mendapat ijazah bagi kreditur harus dapat melunasi kredit pendidikannya namun nyatanya untuk mendapat pekerjaan mahasiswa hanya memerlukan fotocopy ijazah yang telah dilegalisir sehingga tidak memerlukan ijazah asli. Hal tersebut menyebabkan kreditur/mahasiswa tidak melunasi cicilan kredit pendididkannya. Berdasarkan pengalaman tersebut, menurut perencana keuangan maka perlu adanya assasment individu setelah lulus, dan kredit Pendidikan sebaiknya diutamakn untuk mahasiswa yang ingin melanjutkan S2 dan S3 yang sudah memiliki pekerjaan, sedangkan untuk mahasiswa S1 perlu adanya filter lebih yaitu berupa agunan dari orang tua, serta menerapkan 5C perbankan (Capital, character, chapacity, condition, and collateral) untuk mengurangi resiko macet kredit.
Dalam sudut perbankan Syariah, menurut kami student loan belum dapat dilaksanakan, pertama, tentu penerapan bunga sangat bertentangan dengan prinsip syariah. Kedua, karena bank syariah yang juga merupakan badan usaha yang tentu membutuhkan skema yang bisa menghasikan profit, dan akad qordul hasan bukan merupakan salah satu yang bisa mendatangkan profit. Sedangkan bank Syariah hanya bisa melakukan akad untuk peminjaman tidak langsung yang memiliki bagi hasil atau ujrah yang jelas. Oleh karena itu bank Syariah mungkin masih belum bisa berkontribusi pada tantangan yang diberikan presiden kita.
Berkaca dari berbagai penyebab dan dampak adanya student loan, diskusi kali ini menawarkan alternatif lain dari student loan yaitu wakaf produktif Pendidikan. Skema dari Wakaf produktif Pendidikan sendiri yaitu wakaf dikelola oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan disalurkan kepada siapapun yang membutuhkannya melalui dua cara, yaitu dapat melalui beasiswa maupun pinjaman melalui akad qordul hasan (pinjaman kebajikan yaitu pinjaman yang apabila peminjam tidak mampu bayar maka tidak apa-apa atau di ikhlaskan). Waqaf produktif Pendidikan juga dapat dilaksanakan oleh perguruan tinggi. Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagian presentasenya oleh pihak kampus disisihkan untuk diwakafkan menjadi wakaf produktif, wakaf perguruan tinggi dikelola sendiri oleh pihak kampus sehingga transparansi dan penggunaannya terkontrol, dana wakaf dapat untuk melakukan berbagai usaha halal sehingga menghasilkan keuntungan dimana uang pokok wakaf tidak boleh berkurang nilainya dan keuntungan pengelolaan wakaf digunakan untuk beasiswa atau pinjaman Pendidikan untuk mahasiswa perguruan tinggi terkait dengan skema yang sama seperti sebelumnya.
Solusi ini dianggap lebih mampu mengatasi masalah Pendidikan yang disampaikan oleh presiden Joko Widodo, serta program ini telah dilaksanakan dan berhasil di beberapa instansi diantaranya Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo dan International Islamic University Malaysia serta lebih sesuai dengan Syariah islam.
Terlepas dari berbagai pro dan kontra akan adanya student loan pasti semua pihak berharap Pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, melalui Student Loan atau hal lain yang kemudian akan berdampak positif terhadap kualitas Sumber Daya Manusia kita sehingga mampu menciptakan perekonomian nasional yang jauh lebih baik. Sebagai mahasiswa, yang dapat kita lakukan yaitu tetap belajar dengan baik sesuai program yang dipilih dan tetap menjadi mahasiswa yang kritis dan bijak dalam menghadapi berbagai tantangan di masyarakat kedepannya.
Penulis : Divisi Science ACSES FEB UNAIR 2018
Proker : AcSES Iqtishoduna Discussion
Moderator : Sigit Awwaludin