Title: PENGARUH KARAKTERISTIK USAHA WAJIB PAJAK BADAN TERHADAP TINGKAT KEPATUHAN DALAM PEMENUHAN KEWAJIBAN PAJAK PENGHASILAN BERDASARKAN PENDEKATAN REPORTING COMPLIANCE (STUDI PADA KANTOR PEMERIKSAAN DAN PENYIDIKAN PAJAK SURABAYA DUA)

Authors: Fuad Bambang Segara

Affiliations: Program Studi Magister Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga Surabaya

Publisher: Universitas Airlangga

Abstract

Realisasi penerimaan pajak baik secara nasional maupun regional Kantor Wilayah Jawa Bagian Timur I terus mengalami peningkatan. Di satu sisi, peningkatan yang signifikan selama periode 2000-2004 sebesar 134,81% menimbulkan pertanyaan tentang sumber penyebabnya. Analis dan praktisi pajak menduga bahwa sumber penyebab utama adalah adanya peningkatan dalam tingkat kepatuhan Wajib Pajak.

Di sisi lain, peningkatan tersebut menuntut Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih bekerja keras agar kondisi ini tidak terhenti di masa yang akan datang. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah mengetahui peta kepatuhan Wajib Pajak di Indonesia. Dengan mengetahui peta kepatuhan ini, fokus kebijakan perpajakan dapat lebih terarah sehingga kebijakan dapat lebih efektif dan efisien. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peta kepatuhan Wajib Pajak badan dikaitkan dengan karakteristik usaha.

Untuk mengukur tingkat kepatuhan dikenal beberapa pendekatan di antaranya Pendekatan Taxable Income Gap, Pendekatan Empiris dan Pendekatan Late-Filing and Late-Payment Penalty. Pendekatan Reporting Compliance yang mengukur tingkat kepatuhan berdasarkan jumlah pajak yang benar-benar dibayar dibandingkan dengan jumlah yang seharusnya dibayar merupakan bagian dari pendekatan empiris karena menggunakan data kehidupan nyata dalam penelitiannya. Pendekatan ini digunakan Internal Revenue Service (USs IRS) dalam The National Research Program (2000) yaitu program yang ditujukan untuk mengetahui tax gap atau tingkat kepatuhan pembayar pajak di Amerika Serikat.

Karakteristik usaha yang dipilih dalam penelitian terdiri dari lima jenis yaitu sistem pembukuan yang digunakan oleh Wajib Pajak badan, jenis aktifitas operasi, orientasi pasar, status laba dan status badan hukum. Penelitian yang sama telah dilakukan oleh Chan dan Mo (2002) di China dengan jenis karakteristik usaha yang agak berbeda (orientasi pasar, status laba, teknologi produksi yang dipakai). Pemilihan kelima karakteristik juga tak lepas dari ketersediaan data dalam data base pemeriksaan pajak di Indonesia agar penelitian bisa dilaksanakan.

Tingkat kepatuhan diukur berdasarkan jumlah koreksi fiskal yang ditemukan dalam suatu pemeriksaan pajak (tax audit) dengan mempertimbangkan skala usaha (volume penjualan). Dengan pendekatan ini, jumlah koreksi audit mencerminkan tingkat pelanggaran terhadap aturan pajak. Semakin besar jumlah koreksi fiskal, semakin tidak patuh Wajib Pajak yang diperiksa terhadap aturan pajak yang berlaku. Logika yang sama dilakukan oleh Chan dan Mo (2002) dalam penelitian di China. Pendekatan tersebut juga telah digunakan oleh IRS tahun 2000 dengan The National Research Program-nya.

Hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh simultan yang signifikan dari karakteristik usaha terhadap tingkat kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0,453 menunjukkan bahwa variabel sistem pembukuan, aktifitas operasi, orientasi pasar, status laba dan status badan hukum menjelaskan variasi tingkat kepatuhan (Y) sebesar 45,3 %. Variabel lain yang tidak dapat dijelaskan melalui penelitian adalah sebesar 54,7 %.

Hasil penelitian juga membuktikan bahwa terdapat pengaruh parsial yang signifikan dari masing-masing variabel yaitu sistem pembukuan (X1), orientasi pasar (X3) dan status laba (X4) terhadap tingkat kepatuhan. Sebaliknya, tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel aktifitas operasi (X2) dan status badan hukum (X5) terhadap tingkat kepatuhan dalam pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan.

Dari hasil penelitian juga dapat ditunjukkan bahwa tingkat kepatuhan berbanding lurus dengan variabel X1, X2, X4 dan X5, yang berarti bahwa, dengan menetapkan variabel dummy nilai 1 (satu) untuk kategori Wajib Pajak yang menggunakan sistem pembukuan EDP, jenis aktifitas manufakturing, status laba untung dan status badan hukum Perseroan Terbatas (PT) dan nilai 0 (nol) untuk kategori Wajib Pajak yang menggunakan sistem pembukuan manual, jenis aktifitas perdagangan/jasa, status laba rugi dan status badan hukum selain PT, perusahaan yang menggunakan sistem pembukuan EDP, jenis aktifitas manufakturing, status laba untung dan status badan hukum PT memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang menggunakan sistem pembukuan manual, jenis aktifitas perdagangan/jasa, status laba rugi dan status badan hukum selain PT.

Sebaliknya, tingkat kepatuhan berbanding terbalik dengan variabel X3, yang berarti bahwa, dengan menetapkan variabel dummy nilai 1 (satu) untuk kategori Wajib Pajak yang memiliki orientasi pasar ekspor dan nilai 0 (nol) untuk kategori Wajib Pajak yang memiliki orientasi pasar domestik, perusahaan yang berorientasi pasar domestik memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan yang beroerientasi pasar ekspor.

Dari hasil analisis terhadap data koreksi penjualan dan biaya (pengurang penghasilan bruto) dapat ditunjukkan bahwa sumber penyebab ketidakpatuhan cenderung karena manipulasi biaya ketimbang manipulasi penjualan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan karakteristik relatif lebih terstruktur dan modern, terbuka atau transparan, profesional, kompleks dan melayani pelanggan yang lebih luas memiliki tingkat kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan dengan karakteristik kurang terstruktur, tradisional, sederhana dan melayani pelanggan yang terbatas.

Untuk itu disarankan kepada DJP hendaknya membuat suatu program jangka menengah-panjang yang akan lebih mengarahkan atau mendorong perusahaan untuk menjadi perusahaan yang lebih terstruktur dan modern, terbuka, profesional dan bertumbuh kembang. Misalnya dengan memberikan insentif pajak untuk perusahaan yang menyelenggarakan pembukuan EDP dengan, misalnya, mempercepat masa penyusutan sistem instalasi EDP yang meliputi perangkat keras dan lunaknya.

Pendidikan terhadap Wajib Pajak hendaknya juga ditingkatkan karena terdapat indikasi bahwa Wajib Pajak mengabaikan atau tidak memedulikan peraturan yang benar selama hasil pemeriksaan tidak mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah atau arus keluar kas.

Keywords: Usaha Wajib Pajak Badan, Pemenuhan Kewajiban Pajak Penghasilan

Sources: http://repository.unair.ac.id/34700/