Title : Analisis Eko-Efisiensi Industri Pengolahan di Indonesia: Studi Kasus pada Industri Intensif Energi
Author : Deni Kusumawardani
Universitas Airlangga
Item Type : Thesis (Disertasi)
Abstract
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis eko-efisiensi industri pengolahan di Indonesia dengan studi kasus pada industri intensif energi. Secara spesifik tujuan tersebut dibagi ke dalam empat kajian: (1) mengukur dan membandingkan eko-efisiensi; (2) mengukur dan membandingkan kesenjangan teknologi; (3) mendekomposisi sumber eko-inefisiensi; dan (4) mengidentifikasi determinan eko-inefisiensi. Pada penelitian ini industri intensif energi meliputi delapan jenis industri, yaitu pengolahan kelapa sawit, tekstil, pulp & kertas, kimia, pupuk, kaca & keramik, semen, dan logam & baja. Analisis dilakukan baik secara agregat terhadap industri intensif energi maupun menurut jenis industri menggunakan data mikro tingkat firm tahunan dari 2010 sampai dengan 2015. Eko-efisiensi diukur menggunakan kerangka analisis meta-frontier yang mampu mengakomodasi heterogenitas dalam teknologi produksi antar jenis industri. Data Envelopment Analysis (DEA) diterapkan sebagai model estimasi frontier dan Directional Distance Function (DDF) radial sebagai metode pengukuran eko-efisiensi. Meta-frontier menghasilkan dua jenis pengukuran eko-efisiensi, yaitu eko-efisiensi terhadap meta-frontier (MEE) dan group-frontier (GEE). Kesenjangan teknologi diukur oleh rasio meta-teknologi (MTR) yang didefinisikan sebagai perbandingan MEE terhadap GEE. Perbedaan eko-efisiensi (MEE) dan kesenjangan teknologi antar jenis industri diuji secara statistik menggunakan Kruskal-Wallis Test. Lebih lanjut dalam kerangka meta-frontier eko-inefisiensi (MTI) dapat didekomposisikan ke dalam dua bagian, yaitu eko-inefisiensi yang disebabkan oleh kesenjangan teknologi (TGI) dan oleh kegagalan manajerial (GMI). Sementara itu, determinan eko-efisiensi diidentifikasi menggunakan Model Tobit Panel. Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan. Pertama, rata-rata skor eko-efisiensi industri intensif energi terhadap meta-frontier (MEE) pada periode 2010-2015 sebesar 0,687. Menurut jenis industri, rata-rata skor MEE tertinggi dicapai oleh industri semen (0,802), sedangkan terendah oleh industri pupuk (0,681). Pada periode yang sama rata-rata skor eko-efisiensi industri intensif energi terhadap group-frontier (GEE) sebesar 0,687. Rata-rata skor GEE tertinggi dicapai oleh industri semen (0,962) dan terendah oleh industri tekstil (0,709). Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skor eko-efisiensi antara jenis industri dalam kelompok industri intensif energi tersebut. Kedua, rata-rata kesenjangan teknologi (MTR) industri intensif energi pada periode 2010-2015 sebesar 0,940. Menurut jenis industri rata-rata MTR tertinggi dicapai oleh industri tekstil (0,974) dan terendah oleh industri pulp & kertas (0,738). Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan kesenjangan teknologi antara jenis industri. Ketiga, 82,7% eko-inefisiensi industri intensif energi pada periode 2010-2015 bersumber dari kegagalan manajerial dalam bentuk kekurangan produksi dan kelebihan emisi CO2, sedangkan sisanya sebesar 17,3% bersumber dari kesenjangan teknologi. Sementara itu, sumber eko-inefisiensi menurut jenis industri bervariasi. Pada industri pengolahan kelapa sawit, tekstil, kimia, kaca & keramik lebih didominasi oleh kegagalan manajerial dengan kontribusi masing-masing sebesar 68,3%, 92,4%, 64,4%, dan 84,2%. Sebaliknya pada industri pulp & kertas, pupuk, semen, dan logam & baja kesenjangan teknologi lebih dominan dengan kontribusi masing-masing sebesar 85,0%, 62,3%, 80,5%, dan 73,8%. Keempat, hasil regresi Model Tobit Panel menunjukkan bahwa eko-efisiensi industri intensif energi dipengaruhi oleh investasi asing, efek skala, efek komposisi, intensitas energi, dan intensitas karbon. Menurut jenis industri faktor-faktor yang mempengaruhi eko-efisiensi adalah sebagai berikut: (1) pengolahan kelapa sawit (investasi asing, efek skala, dan efek komposisi); (2) tekstil (efek skala, efek komposisi, intensitas energi, dan intensitas karbon), (3) pulp & kertas (intensitas energi), (4) kimia (efek skala, efek komposisi, dan intensitas energi); (5) pupuk (efek komposisi, dan intensitas energi); (6) kaca & keramik (investasi asing, efek skala, efek komposisi, intensitas energi, dan intensitas karbon); (7) semen (tidak ada); dan (8) logam & baja (efek komposisi dan intensitas energi). Hasil estimasi dan pengujian statistik menunjukkan bahwa Hipotesis Environmental Kuznets Curve (EKC) tidak diterima baik pada industri intensif energi maupun semua jenis industri. Berdasarkan kesimpulan tersebut, penelitian ini merekomendasikan pengembangan kawasan industri dalam jangka panjang yang berlokasi di luar Jawa untuk mengurangi kesenjangan teknologi, terutama pada industri pulp & kertas, pupuk, semen, dan logam & baja. Selain itu, investasi pada teknologi produksi yang menghasilkan efisiensi energi, pengurangan ketergantungan pada energi fosil, dan pengembangan energi alternatif diperlukan untuk meningkatkan eko-efisiensi. Untuk penelitian lanjut disarankan untuk menggunakan balanced panel data, menggunakan indikator lingkungan lain, dan menerapkan pendekatan, model, dan teknik pengukuran yang berbeda.
Keywords : Manufacturing, Industries, Technology