Nisful LailaTRIBUNJAKARTA.COM - Indonesia, dengan kekayaan hayati dan lanskap kepulauannya, menjadi salah satu negara terkaya akan biodiversitas di dunia.Namun, kerentanannya terhadap dampak perubahan iklim seperti banjir dan kekeringan, memerlukan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.

Di samping itu, gejolak pandemi Covid-19 yang memperkenalkan era new normal hingga konflik di Ukraina dan Timur Tengah yang memicu krisis pangan dan energi, menjadi penghambat kemajuan dunia selama beberapa tahun terakhir.

Menjelang akhir tahun 2023, berbagai risiko baru dan risiko yang telah dikenal sebelumnya menghadang dunia. Risiko-risiko ini melibatkan isu-isu seperti inflasi, perang dagang, ketidakstabilan sosial, dan konflik antarnegara yang kembali mencuat.

Di samping itu risiko-risiko baru termasuk tingkat utang yang melonjak, pertumbuhan ekonomi yang melambat, penurunan pembangunan manusia, kemajuan teknologi yang cepat, dan tantangan serius terkait perubahan iklim.

Di tengah dinamika akan krisis iklim dan ketidakpastian global, pemerintah Indonesia telah melangkah maju dengan menerbitkan Green Sukuk sejak tahun 2017 sebagai respon terhadap tantangan lingkungan dan solusi pembangunan berkelanjutan.

Pemerintah Indonesia memahami urgensi untuk menghadapi permasalahan ini dan telah berkomitmen untuk menciptakan instrumen fiskal yang mendukung pembangunan berkelanjutan tanpa merugikan lingkungan.Dalam beberapa tahun terakhir, Sukuk Negara, khususnya Green Sukuk, telah menjadi pilihan alternatif investasi yang populer di pasar keuangan.Penerbitan Green Sukuk oleh pemerintah Indonesia tidak hanya melibatkan pemanfaatan dana untuk pembangunan berkelanjutan tetapi juga menjadi pelopor dalam inovasi keuangan hijau.


Mengapa Green Sukuk?

Alasan utama di balik penerbitan Green Sukuk adalah untuk mendukung proyek-proyek hijau dan mitigasi risiko iklim sebagai prioritas nasional. Dengan potensi besar di sektor energi terbarukan seperti panas bumi dan hidro, Indonesia memanfaatkan potensi pasar Sukuk untuk mendanai proyek-proyek tersebut. Sejak 2017, penerbitan Green Sukuk diarahkan untuk mendanai proyek-proyek yang tidak hanya memiliki dampak positif terhadap lingkungan (seperti energi terbarukan, efisiensi energi, pengelolaan limbah, dan ketahanan iklim) tetapi juga memberikan manfaat sosial yang mendukung Sustainable Development Goals (SDGs).Dilaporkan oleh Kementerian Keuangan dalam Green Sukuk Allocation and Impact Report (2023), sebagian besar dana dari Green Sukuk dialokasikan untuk mendukung proyek transportasi berkelanjutan dengan proporsi sekitar 32,39 persen.Dengan mengikuti Kerangka SDGs, pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengarahkan dana dari penerbitan Green Sukuk untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, termasuk inisiatif yang memperbaiki kualitas hidup masyarakat dan melindungi lingkungan.Dengan demikian, Sukuk Negara bukan hanya menjadi instrumen keuangan, tetapi juga sarana untuk mewujudkan visi pembangunan berkelanjutan di tingkat nasional.

 

Tantangan Pengembangan Green Sukuk dan Langkah Strategis


Dengan berbagai pencapaian positif, penerbitan Green Sukuk tidak lepas dari sejumlah tantangan.Ada beberapa tantangan yang menurut penulis perlu untuk diatasi. Tantangan tersebut mencakup peningkatan kesadaran masyarakat, risiko penerbitan Green Sukuk di pasar global dan dominasi obligasi konvensional.Peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai instrumen keuangan berkelanjutan merupakan salah satu tantangan utama. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis yang melibatkan peningkatan kampanye publik dan edukasi yang lebih luas tentang keberlanjutan dan manfaat dari Green Sukuk.Dalam menghadapi dinamika ekonomi global, pemerintah perlu menekankan stabilitas pertumbuhan ekonomi untuk membangun kepercayaan investor terhadap Green Sukuk.

Keberlanjutan pertumbuhan ekonomi meningkatkan keyakinan investor dan memperkuat kemampuan pemerintah dalam menjamin pembayaran nilai pokok investasi Green Sukuk. Stabilitas ekonomi menjadi kunci utama dalam menciptakan iklim investasi positif.Tantangan Green Sukuk di pasar global, terutama dalam denominasi USD, memerlukan langkah-langkah strategis seperti penggunaan instrumen hedging untuk melindungi stabilitas keuangan negara dari fluktuasi nilai tukar.

Dominasi obligasi konvensional juga menjadi tantangan serius, dan langkah-langkah strategis melibatkan diversifikasi instrumen keuangan berkelanjutan diperlukan.Dominasi obligasi konvensional juga menjadi tantangan serius, dan langkah-langkah strategis melibatkan diversifikasi instrumen keuangan berkelanjutan diperlukan.Hingga kini, penerbitan Green Sukuk oleh pemerintah Indonesia di pasar domestik dan global telah mencapai total sebesar USD6.9 Miliar atau setara dengan Rp107,9 Triliun (Kementerian Keuangan, 2023).

Meskipun demikian, ukuran pasar Green Sukuk Indonesia masih terbilang kecil jika dibandingkan dengan market share Green Bond di pasar global yang telah mencapai angka USD900 Miliar (S&P Global, 2023).Dalam hal ini, penting bagi pemerintah untuk mengoptimalkan peran instrumen Green Sukuk sebagai sarana pembiayaan untuk proyek-proyek ramah lingkungan.Alasan pertama adalah karena Sukuk diterbitkan berdasarkan underlying assets, berbeda dengan obligasi konvensional yang berbasis bunga.Perbedaan mendasar lainnya terletak pada penggunaan akad dalam penerbitan Sukuk, kejelasan struktur keuangan terkait perpindahan kepemilikan aset atau proyek, serta pembagian risiko dan keuntungan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Oleh karena itu, pemanfaatan kekayaan aset negara dan pengembangan proyek hijau menjadi faktor kunci untuk menjamin kelangsungan Green Sukuk sebagai sumber pembiayaan yang sah dan sesuai dengan prinsip ajaran Islam.Hal ini menunjukkan bahwa Sukuk memiliki potensi untuk berperan dalam mengurangi beban utang negara.Langkah strategis selanjutnya, pemerintah dapat mendorong insentif pajak atau kebijakan ekspansif lainnya yang mendukung pertumbuhan Green Sukuk, sekaligus mengurangi ketergantungan pada instrumen keuangan konvensional.

Selain itu, mengajak sektor swasta untuk berpartisipasi aktif dalam pembiayaan proyek-proyek hijau dapat menjadi solusi efektif.Pemerintah dapat menciptakan lingkungan yang mendukung, termasuk dukungan regulasi untuk mendorong sektor swasta berkontribusi lebih besar dalam pembiayaan proyek-proyek berkelanjutan.Dengan mengimplementasikan langkah-langkah ini secara holistik, Indonesia dapat mengatasi tantangan yang dihadapi Green Sukuk dan memperkuat peran mereka dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. 

Nisful Laila, Guru Besar Bidang Ilmu Keuangan dan Perbankan Islam, Wakil Dekan 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga