badri munir sukoco feb unairMemilih industri strategis yang bernilai tambah tinggi, misalnya baterai mobil listrik, merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Diikuti dengan memilih tahapan produksi untuk membangun industri di Indonesia.

Pertengahan Oktober lalu, Indonesia dinyatakan melanggar ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait pelarangan ekspor nikel. Indonesia sudah mengajukan banding atas putusan ini. Menyusul nikel, Presiden Joko Widodo juga sudah melarang ekspor bauksit dan segera menyusul komoditas tambang lain, timah dan tembaga.

Kebijakan Presiden dapat dipahami karena nilai ekonominya berlipat dengan hilirisasi industri di dalam negeri. Untuk nikel, pendapatan ekspor naik hampir 22 kali lipat dibanding sebelum pelarangan ekspor dilakukan. Untuk bauksit, kenaikan pendapatannya diharapkan lebih dari tiga kali lipat dari sekarang. Begitu juga tembaga, timah, dan bahan mentah yang lain.

Mengantarkan Indonesia keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah (middle income trap), minimal fondasi yang kokoh, merupakan janji Presiden dalam pelantikan periode keduanya. Meski terlambat, kebijakan hilirisasi di atas patut diapresiasi. Apalagi, produk domestik bruto (PDB) per kapita Indonesia masih sepertiga dari batas minimal negara maju di 2021.

Baca juga: Industri Pengolahan Didorong, Ekspor Bauksit Mentah Dilarang Mulai Juni 2023

Keun Lee (2019) mensyaratkan kapabilitas inovasi untuk menjadi negara maju. Ketika industri memiliki kapabilitas inovasi, produk yang dihasilkan akan bernilai tambah tinggi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat. Bagaimana strategi industri Indonesia?

Kapabilitas inovasi

Mayoritas pengambil kebijakan terobsesi menjadikan wilayahnya menjadi Silicon Valley yang kedua. Obsesi tersebut salah menurut Dan Breznitz (2021) karena dengan kebijakan tersebut, pertumbuhan ekonomi sebuah wilayah kurang optimal dan dampaknya hanya dinikmati oleh penduduk dengan kompetensi tertentu.

Nilai tambah tinggi hanya dinikmati segelintir orang, tetapi sebagian besar “penumpang kapal“ kurang terdampak.

Sebagai ilustrasi, industri sepeda, yang dimulai awal abad ke-19, hingga sekarang belum memperlihatkan inovasi radikal di dalamnya. Namun, ada dua pemain besar dunia di dalamnya. Shimano sebagai produsen sistem transmisi menjadi pemain dominan dunia.

Sulit menemukan sepeda yang bersistem transmisi atau komponen lainnya tanpa Shimano di dalamnya. Begitu juga dengan Giant, produsen sepeda Taiwan, dengan pendapatan 2 miliar dollar AS per tahun.

 

Proyek bersama yang dilakukan dengan Industrial Technology Research Institute (ITRI) milik pemerintah menjadikan Giant sebagai pemimpin global produsen rangka sepeda berbahan carbon-fiber dan material maju lainnya.

Kapabilitas inovasi tersebut mengakibatkan produsen sepeda Amerika dan Eropa menjadi kurang inovatif dan kehilangan pangsa pasarnya, sedangkan produsen China dan India memilih berfokus pada sepeda berkualitas lebih rendah (dan tentunya murah).

Hal yang sama terjadi di industri telepon pintar, komputer, otomotif, bahkan pesawat. Semakin jarang ditemukan produsen mengerjakan produknya dari desain hingga siap dikonsumsi. Globalisasi mendorong produksi yang terfragmentasi dengan tiap-tiap perusahaan akan fokus dalam berinovasi pada komponen dan/atau sistem yang mereka unggul di dalamnya.

Fragmentasi produksi

Digitalisasi dan transportasi yang semakin terintegrasi menjadikan globalisasi terfasilitasi dengan baik. Spesialisasi terjadi di beragam belahan dunia dengan pemenangnya mengembangkan kapabilitas inovasi yang superior pada tahapan produksi sebuah produk.

Chris Miller (2022) menggambarkan nilai strategis Taiwan dalam perang cip yang berperan sentral pada beragam produk teknologi tinggi, mulai dari telepon pintar hingga mobil listrik. Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) menyuplai hampir 54 persen cip di seluruh dunia dengan memfokuskan diri melakukan fabrikasi cip berdasarkan desain dari pelanggannya.

Sementara itu, perusahaan di Silicon Valley di California atau Israel akan fokus pada pengembangan dan desain cip baru. Hal ini memungkinkan mereka fokus mengelola talenta yang sesuai untuk mengembangkan cip baru yang dikembangkan.

TSMC sendiri fokus pada investasi peralatan dengan nilai investasi mencapai 36 miliar dollar AS hanya pada 2022 dan proses fabrikasinya.

Spesialisasi inilah yang menjadikan perusahaan semakin unggul dengan kapabilitas inovasi yang dimilikinya.

Selain itu, skala ekonomi dan cakupan pada tahapan produksi juga berperan penting. Keberadaan contract-manufacturing organizations (CMO), seperti Foxconn yang memproduksi semua produk Apple, semakin penting perannya.

Kemampuan dalam menghasilkan produk secara massal, tetapi fleksibel, tergantung merek yang menggunakan jasanya dan dukungan pemasok industri telekomunikasi yang ada di China, menjadikan perannya krusial bagi dunia.

Hal yang sama dilakukan William and Victor Fung dengan fungsi sama pada industri tekstil dan pakaian jadi dunia. Nike, Timberland, Tory Burch, Balenciaga, bahkan Prada adalah kliennya.

Mengingat setiap tahapan produksi membutuhkan kapabilitas inovasi yang berbeda, tentu ekosistem yang perlu dibangun juga berbeda.

 

Breznitz membagi empat tahapan produksi yang dapat dipilih, baik oleh organisasi maupun negara, dalam mengembangkan kapabilitas inovasinya. Pemilihannya akan tergantung dari kekuatan dan sumber daya dari setiap wilayah dan keunggulan apa yang akan dibangun di dalamnya.

Pertama, kebaruan yang menjadi obsesi pengusaha, pemimpin perusahaan, ataupun pengambil kebijakan dari seluruh dunia. Tahapan ini mentransformasi invensi baru menjadi inovasi yang berguna.

Tahapan ini menjadikan Silicon Valley melegenda dengan dukungan modal ventura untuk pengembangan teknologi dan industri baru. Tentunya pasokan talenta menjadi kebutuhan dan ini disuplai oleh perguruan tinggi terbaik dunia di California dan sekitarnya.

Jika tidak ditemukan dalam lingkungan sekitar, digitalisasi memudahkan talenta dari beragam dunia bergabung di dalamnya. Hal inilah yang menjadikan dampak ekonomi tahapan ini pada sebuah wilayah tidak sebesar harapan yang digantungkan.

Kedua, perusahaan yang memiliki ide bagus, tetapi ragu untuk langsung diproduksi, dapat memanfaatkan jasa perusahaan desain, pengembangan prototipe, dan teknik produksi.

Pada industri telekomunikasi, dominasi perusahaan Taiwan pada tahapan ini menjadikan Silicon Valley, Tel Aviv, dan lainnya sangat bergantung padanya. Tahapan inilah yang memampukan Taiwan menyediakan pekerjaan berpenghasilan tinggi dari beragam keterampilan yang dibutuhkan di dalamnya.

Breznitz membagi empat tahapan produksi yang dapat dipilih, baik oleh organisasi maupun negara, dalam mengembangkan kapabilitas inovasinya.

Ketiga, produk generasi kedua dan inovasi komponen. Tahapan ini menghasilkan inovasi yang inkremental dengan mengombinasikan dan memperluas kegunaan produk yang telah ada. Semua produsen mobil besar dunia saat ini berada pada tahapan ini, termasuk peran dari Shimano dan Giant di atas.

Keempat, produksi dan perakitan sebagai tahapan menggabungkan ratusan bahkan ribuan komponen dalam sebuah produk yang akan dikonsumsi.

Tentu komponennya berasal dari beragam belahan dunia karena fragmentasi produksi di atas. Tahapan ini juga terkait dengan sistem yang mampu melakukan perubahan spesifikasi produk secara dinamis sesuai kebutuhan pasar.

Provinsi Guangdong di China terkenal dengan beragam produsen produk tanpa merek. Kemampuan produsen yang terbangun bertahun-tahun dalam memproduksi jutaan, bahkan miliaran produk, memodifikasi, bahkan menghentikannya dalam waktu singkat, menjadikan mereka unggul di dunia.

Hal inilah yang dilakukan oleh Foxconn atau William and Victor Fung. Ratusan produk dari beragam merek dari seluruh dunia memanfaatkan spesialisasi terbaik mereka.

Meskipun jarang diliput media, inovasi pada tahapan ini menghasilkan lapangan kerja bagi jutaan orang dan pertumbuhan ekonomi yang lebih merata dibandingkan dengan start up seperti Silicon Valley atau talenta berkompetensi tinggi di Taiwan.

 

Rekomendasi

Bersaing dengan negara lain pada sektor industri yang mengandalkan biaya murah (khususnya sumber daya manusia/SDM) atau eksploitasi bahan mentah bukanlah pilihan tepat untuk keluar dari perangkap negara berpendapatan menengah.

Memilih industri strategis yang bernilai tambah tinggi, misalnya baterai mobil listrik, merupakan langkah awal yang perlu dilakukan. Diikuti dengan memilih tahapan produksi di atas untuk membangun industri di Indonesia. Studi Breznitz menunjukkan sebagian besar wilayah fokus pada satu tahapan di atas, tetapi jarang kombinasi dua atau lebih tahapan di atas yang sukses.

Hal terpenting adalah bagaimana industri dan tahapan produksi yang dipilih memiliki posisi dan nilai yang unik agar bernilai tambah tinggi.

Pemilihan ini juga akan menjadi dasar untuk menentukan kapabilitas dan ekosistem inovasi apa yang akan dibangun di Indonesia. Presiden menekankan pentingnya mengelola ekosistem industri baterai mobil listrik ataupun industri strategis lain yang akan dikembangkan Indonesia.

Baca juga: Ekosistem Kendaraan Listrik Perlu Dibangun Secara Holistik

Arahan ini penting ditindaklanjuti dengan mengidentifikasi tiap-tiap pemain dalam ekosistem industri yang akan dibangun. Dalam konteks industri baterai mobil listrik, tentu keterlibatan pemerintah pusat dan daerah sebagai regulator dibutuhkan, terutama insentif yang akan diberikan.

Juga investor yang akan melakukan hilirisasi, lembaga pembiayaan (perbankan), BUMN yang akan terlibat, perguruan tinggi pendidik SDM siap pakai (baik vokasi maupun akademik), masyarakat tempat beroperasinya industri, dan pihak lain yang berkontribusi dalam industri ini.

Dengan mengidentifikasi sumber daya, peran, nilai tambah yang diberikan, dan apa yang akan didapat oleh tiap-tiap pihak (ecosystem pie model, Talmar dkk, 2020), ekosistem industri baterai mobil listrik ataupun industri strategis lain akan berjalan. Hasilnya, total linkage effect yang dihasilkan dari ekosistem industri akan mampu menjadi lokomotif baru pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Badri Munir Sukoco,Guru Besar Manajemen Strategi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

 

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/01/18/strategi-industri-indonesia