𝐏𝐈𝐋𝐊𝐀𝐃𝐀 𝐃𝐀𝐍 𝐓𝐑𝐀𝐍𝐒𝐅𝐎𝐑𝐌𝐀𝐒𝐈 𝐄𝐊𝐎𝐍𝐎𝐌𝐈 𝐃𝐀𝐄𝐑𝐀𝐇

Badri Munir Sukoco
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Airlangga

Bulan lalu (4 Mei 2020), Presiden Joko Widodo resmi menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dari September ke Desember 2020. Meskipun Perppu 7/2020 telah ditandatangani, dimungkinkan pelaksanaan Pilkada 2020 berubah lagi tergantung situasi pandemi Covid-19.

Pilkada serentak ini tentulah sangat strategis bagi Indonesia 5 tahun ke depan, khususnya dalam menunjang pencapaian visi Kabinet Indonesia Maju untuk lepas dari 𝑚𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝. Salah satu fokus program kerjanya adalah mentransformasi ekonomi Indonesia. Berubah dari ketergantungan pada sumber daya alam menjadi manufaktur dan jasa modern yang berdaya saing dan bernilai tambah tinggi.

Selama ini sebagian besar isu yang diangkat oleh para calon kepala daerah masih berkutat pada figur yang diusung beserta partai pengusungnya. Adapun visi dan program kerja relatif tidak berbeda signifikan dari 𝑖𝑛𝑐𝑢𝑚𝑏𝑒𝑛𝑡𝑠 maupun isu-isu populis yang diusung sebelumnya. Bila Pilkada serentak 2020 nanti visi dan program kerja relatif sama, dapat dipastikan tugas Kabinet Indonesia Maju dalam mencapai visinya semakin berat. Hal ini dikarenakan Pilkada serentak akan diikuti oleh 270 daerah (49,27% dari total 548 daerah), dengan rincian 9 provinsi (26,47%), 37 kota (37,76%), dan 224 kabupaten (53,85%).

Pertanyaannya adalah 𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝑐𝑎𝑙𝑜𝑛 𝑘𝑒𝑝𝑎𝑙𝑎 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ 𝑚𝑎𝑚𝑝𝑢 𝑚𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 𝑑𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ𝑛𝑦𝑎, 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖𝑔𝑢𝑠 𝑏𝑒𝑟𝑘𝑜𝑛𝑡𝑟𝑖𝑏𝑢𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑟𝑎𝑛𝑠𝑓𝑜𝑟𝑚𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖 𝐼𝑛𝑑𝑜𝑛𝑒𝑠𝑖𝑎?

𝐊𝐨𝐭𝐚 𝐁𝐚𝐣𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐊𝐨𝐭𝐚 𝐏𝐞𝐧𝐝𝐢𝐝𝐢𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭𝐚𝐧

Salah satu kota yang saat ini menjadi rujukan transformasi ekonomi adalah Pittsburgh di Amerika Serikat. Sejak akhir 1800-an, kota ini terkenal sebagai kota baja (+300 pabrik baja). Banyak pengusaha besar awal abad 20 yang lahir, salah satunya Andrew Carnegie, salah satu filantropis pendiri 𝐶𝑎𝑟𝑛𝑒𝑔𝑖𝑒 𝑀𝑒𝑙𝑙𝑜𝑛 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑦 (CMU). Ketika deindustrialisasi terjadi pada 1970-1980-an, kota ini kehilangan daya tariknya untuk ditinggali.

Namun sejak akhir 1990-an, kota ini memulai transformasi ekonomi dengan mengandalkan sektor pendidikan dengan motor CMU dan 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑃𝑖𝑡𝑡𝑠𝑏𝑢𝑟𝑔ℎ (Pitt) yang memiliki 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑐 dan 𝑎𝑝𝑝𝑙𝑖𝑒𝑑 𝑟𝑒𝑠𝑒𝑎𝑟𝑐ℎ yang hebat. Sektor lain yang menjadi andalan adalah sektor kesehatan dan teknologi tinggi. Saat ini terdapat 6 perusahaan 𝐹𝑜𝑟𝑡𝑢𝑛𝑒 500 ber- ℎ𝑜𝑚𝑒-𝑏𝑎𝑠𝑒 di Pittsburgh, lebih dari 1.600 perusahaan teknologi tinggi (termasuk Google dan GlaxoSmithKline) yang sebagian besar di-inkubasi oleh CMU. Saat ini, Pittsburgh memiliki pekerjaan yang terkait dengan STEM sekitar 80.000 posisi, jauh lebih tinggi dibandingkan kota lain yang 𝑠ℎ𝑟𝑖𝑛𝑘𝑖𝑛𝑔. 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑃𝑖𝑡𝑡𝑠𝑏𝑢𝑟𝑔ℎ 𝑀𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑙 𝐶𝑒𝑛𝑡𝑒𝑟 menyerap tenaga kerja terbesar, yakni sebanyak 55.000 orang dengan pendapatan +Rp. 150 triliun; adapun Pitt sendiri memiliki pegawai 10.700 orang dengan anggaran operasional +Rp. 30 triliun tahun 2020. Hal inilah yang menjadikan pendapatan per kapita Pittsburgh sejak 2010 lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional AS.

𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐟𝐨𝐫𝐦𝐚𝐬𝐢 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐄𝐤𝐨𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦

Dalam kasus Pittsburgh, keberadaan 2 universitas kelas dunia memiliki peran sentral dalam mentransformasi kota baja menjadi kota yang berfokus pada industri bernilai tambah tinggi. Tingginya reputasi CMU (𝑇𝑖𝑚𝑒𝑠 𝐻𝑖𝑔ℎ𝑒𝑟 𝐸𝑑𝑢𝑐𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑅𝑎𝑛𝑘𝑖𝑛𝑔 𝑊𝑜𝑟𝑙𝑑 𝑈𝑛𝑖𝑣𝑒𝑟𝑠𝑖𝑡𝑦 𝑅𝑎𝑛𝑘𝑖𝑛𝑔 – THE WUR #27) dan Pitt (#113) merupakan daya tarik utama bagi talenta terbaik untuk berkarya di kota Pittsburgh. Selain itu, teknologi dan toleransi yang ditawarkan dari universitas kelas dunia memfasilitasi tumbuh kembangnya 𝑐𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑣𝑒 𝑐𝑙𝑎𝑠𝑠 dan memenuhi unsur 3T (𝑡𝑎𝑙𝑒𝑛𝑡𝑠, 𝑡𝑒𝑐ℎ𝑛𝑜𝑙𝑜𝑔𝑦, 𝑑𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑙𝑒𝑟𝑎𝑛𝑐𝑒 –Florida, 2012) guna mentransformasi kota Pittsburgh.

Perlu disadari bahwa pemerintah daerah tidak memiliki keseluruhan sumberdaya yang diperlukan untuk mentransformasi ekonominya. Tidak hanya memiliki perguruan tinggi kelas dunia, namun keterlibatan beragam pelaku dalam ekosistem ekonomi daerah sangatlah penting untuk melakukan transformasi ekonomi. Hal inilah yang mendasari pentingnya ekosistem transformasi, terdiri atas beragam pelaku yang berkolaborasi, berkompetisi sekaligus saling melengkapi satu sama lain untuk tumbuh dinamis sepanjang waktu.

Dalam jurnal 𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑅𝑎𝑛𝑔𝑒 𝑃𝑙𝑎𝑛𝑛𝑖𝑛𝑔, Talmar dkk. (2020) mengajukan ecosystem pie model (EPM). Model ini terdiri atas 4 dimensi: 𝑟𝑒𝑠𝑜𝑢𝑟𝑐𝑒𝑠 (𝑅), 𝑎𝑐𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑖𝑒𝑠 (𝐴), 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒-𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑 (𝑉𝐴), 𝑑𝑎𝑛 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑐𝑎𝑝𝑡𝑢𝑟𝑒 (𝑉𝐶). Misalnya, ekosistem 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑢𝑟𝑖𝑠𝑚 yang dibangun oleh kota Penang, salah satu kota yang berhasil melakukan transformasi ekonominya sejak awal tahun 2000-an. Data dari 𝑀𝑎𝑙𝑎𝑦𝑠𝑖𝑎𝑛 𝐻𝑒𝑎𝑙𝑡ℎ𝑐𝑎𝑟𝑒 𝑇𝑟𝑎𝑣𝑒𝑙 𝐶𝑜𝑢𝑛𝑐𝑖𝑙 menunjukkan bahwa lebih dari 50% pasien mancanegara (total 1,2 juta orang tahun 2018) berasal dari Indonesia. Adapun nilai total layanan kesehatan tersebut tahun 2017 sebesar +Rp. 4,14 triliun. Dari keseluruhan pasien Indonesia, 60% pasien memilih Penang sebagai tempat berobat dengan pertimbangan layanan kesehatan yang berkualitas namun terjangkau. Layanan kesehatan yang diandalkan adalah kardiologi (target utama pasien Indonesia) dan fertilitas (target utama pasien China).

Dalam membangun ekosistem layanan kesehatan ini, dibutuhkan keterlibatan perguruan tinggi (PT) yang menyediakan 𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛𝑒𝑑 𝑠𝑝𝑒𝑐𝑖𝑎𝑙𝑖𝑠𝑡𝑠 (baik dokter maupun perawat), pengelola rumah sakit, pengelola hotel, pengelola tempat wisata, perusahaan penerbangan, pemerintah kota Penang, dan lembaga pembiayaan (bank). R yang dimiliki universitas adalah pengetahuan dan teknologi terbaru dalam bidang kesehatan, dan ini terfasilitasi dengan keberadaan Universitas Sains Malaysia - USM (QS WUR #165) yang ada di Penang. A yang dilakukan adalah melakukan riset dan men- 𝑡𝑟𝑎𝑖𝑛𝑖𝑛𝑔 dokter spesialis maupun perawat yang berkelas dunia. USM dan universitas lain yang ada di Penang juga menawarkan VA dengan menyediakan riset dan 𝑡𝑟𝑒𝑎𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡𝑠 terkini pada penyakit-penyakit yang disembuhkan. Adapun penghasilan dari lisensi riset dan teknologi yang digunakan merupakan VC yang didapat.

Bagaimana peran pemerintah kota? R yang dimiliki berupa hak perizinan layanan publik dan menyediakan dana subsidi yang berasal dari pajak daerah. A yang dapat dilakukan diantaranya dengan mensinergikan semua pelaku yang berperan dalam pengembangan 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑢𝑟𝑖𝑠𝑚 di Penang. Adapun VA dengan menetapkan peraturan daerah dengan memberikan insentif berupa bebas pajak selama 3 tahun. VC yang didapatkan berupa meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah, pendapatan per kapita, dan indeks kepuasan penduduk kota akan meningkat.

Analisis yang sama juga dilakukan untuk pelaku-pelaku lain dalam ekosistem 𝑚𝑒𝑑𝑖𝑐𝑎𝑙 𝑡𝑜𝑢𝑟𝑖𝑠𝑚 ini. Tentu pada level aktifitas, masing-masing pelaku bisa saling membantu untuk akselerasi implementasi yang ada. Misalnya pengelola rumah sakit, hotel, tempat wisata, atau perusahaan penerbangan dapat meminta pengurangan pajak bila terlibat dalam ekosistem ini, atau PT meminta fasilitasi dari pelaku jasa layanan kesehatan agar mahasiswa yang dimiliki dapat magang atau riset aplikatifnya dibiayai, dan seterusnya.

Salah satu daerah yang berhasil melakukan transformasi ekonomi daerah adalah Kabupaten Banyuwangi. Dengan menjadikan pariwisata sebagai sektor strategis, Bupati Abdullah Azwar Anas mampu meningkatkan pendapatan per kapita dari Rp. 20,8 juta pada tahun 2010 menjadi Rp. 48,7 juta pada tahun 2018. Hal ini diikuti dengan menurunnya angka kemiskinan dari dua digit menjadi 7 persen dalam periode yang sama. Transformasi ekonomi yang berhasil terjadi karena pelibatan pelaku yang berkepentingan (𝑠𝑡𝑎𝑘𝑒ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠) disertai desain ekosistem pariwisata terencana dengan baik, sebagaimana yang dikembangkan oleh Penang untuk medical tourism maupun Pittsburgh untuk kendidikan, kesehatan dan teknologi tinggi.

𝐏𝐞𝐧𝐮𝐭𝐮𝐩

Pada level nasional, Presiden telah menetapkan salah satu fokus kabinetnya adalah transformasi ekonomi agar Indonesia terlepas dari 𝑚𝑖𝑑𝑑𝑙𝑒 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑡𝑟𝑎𝑝. Tentu kebijakan nasional ini perlu diikuti oleh para kepala daerah. Momen Pilkada serentak tahun 2020 ini sangatlah krusial, karena hampir 50% kepala daerah berganti atau meneruskan jabatannya sesuai pilihan rakyatnya. Sudah waktunya rakyat tidak hanya diberikan pilihan yang hanya menonjolkan figur para calon kepala daerah atau partai pengusungnya, namun transformasi ekonomi apa yang dibawa agar kesejahteraan penduduknya semakin meningkat.

Para calon kepala daerah dapat menggunakan kerangka EPM dalam merencanakan transformasi ekonomi daerahnya dan mengorkestrasinya ketika terpilih nanti. Para calon kepala daerah dalam kampanye Pilkada nanti bisa mulai memperkenalkan industri strategis apa yang akan dibangun jika terpilih berdasarkan 𝑙𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡, 𝑣𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑎𝑑𝑑𝑒𝑑, 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑝𝑜𝑡𝑒𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙𝑠. Selanjutnya tentu mengembangkan desain ekosistemnya berdasarkan kerangka EPM. Harapannya, 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑖𝑛𝑘𝑎𝑔𝑒 𝑒𝑓𝑓𝑒𝑐𝑡 yang ditawarkan dan dijanjikan dalam kampanye tersebut meyakinkan konstituen perlunya transformasi ekonomi daerah agar kesejahteraan naik signifikan.

Sumber : https://republika.co.id/berita/qc78cb2825000/pilkada-dan-transformasi-ekonomi

BERITA TERKINI

PENGUMUMAN AKADEMIK

KEGIATAN MAHASISWA

PELUANG KERJA