BERITA

ACARA PUNCAK TEDX UNIVERSITASAIRLANGGA 2025 KUPAS ISU PSIKOSOSIAL DAN TEKNOLOGI MELALUI SERANGKAIAN TOPIK ‘WITHIN THE SHADELINE’

ACARA PUNCAK TEDX UNIVERSITASAIRLANGGA 2025 KUPAS ISU PSIKOSOSIAL DAN TEKNOLOGI MELALUI SERANGKAIAN TOPIK ‘WITHIN THE SHADELINE’

(BEM NEWS) Surabaya, Sabtu, 22 November 2025 – Ruang acara berubah menjadi pusat rangkaian ide-ide menarik ketika TEDx Universitas Airlangga 2025 resmi membuka Main Event tahun ini. Berlokasi di Pala Ballroom, Surabaya Suites Hotel, TEDxUniversitasAirlangga menggelar acara puncak nya.

Bertemakan Within The Shadeline, TEDxUniversitasAirlangga membawakan enam topik yang membuat para penonton tergugah. Topik tersebut terdiri dari Synthetic Selves, Through the Borrowed Mirror, The Weight of Giving Hearts, Long Walks and Understanding, World Without AI dan Voice Manipulation.

Salah satu pembicaranya adalah Bilal Faranov yakni seorang Podcaster dan host dari Suara Berkelas. Ia membawakan The Weight of Giving Hearts. Pada topik ini, Bilal mengajak para penonton untuk memahami fenomena over giving.

“Psikologi menyebut fenomena ini sebagai overgiving, ketika seseorang memberi secara berlebihan demi validasi, penerimaan, atau menghindari konflik. Dr Harriet Braiker, salah satu peneliti besar soal people-pleasing, menyebutnya sebagai The Disease to Please. Penyakit untuk menyenangkan semua orang, kecuali diri sendiri,” jelasnya.

Untuk mengatasi fenomena ini, Bilal memberi beberapa solusi yakni memahami sinyal depresi, memasang batas sehat, hingga membangun reputasi internal. “Ketika kamu mengatakan ya pada segala hal, kamu menciptakan konflik batin, ketika kamu mengatakan tidak, kamu menghadapi konflik dari luar,” tegasnya.

Dampak AI pada Cara Otak Bekerja

Selain Bilal Faranov, terdapat pembicara lain yakni Thor Atari. Ia membawakan topik Voice Manipulation. Pada topik ini ia menekankan bahwa manusia selalu ingin mengetahui bagaimana dunia ini bekerja.

Menurutnya, salah satu bentuk produk penasaran manusia adalah Artificial Intelligence (AI). “AI itu lahir dari pertanyaan penasaran yang simpel, gimana kalau mesin bisa bantu kita mikir?, gimana kalau komputer bisa belajar dan ngelakuin hal yang biasanya cuma manusia yang bisa,” tuturnya.

Lebih lanjut, Thor memaparkan salah satu riset dari MIT yang menurutnya ngeri. nunjukin perbedaan signifikan dalam konektivitas antar bagian otak. Kelompok yang memakai AI punya tingkat konektivitas yang minimal, tipis hingga nyaris nggak ada percakapan antar-area otaknya.

Ia mengatakan bahwa lama kelamaan otot berpikir akan semakin lembek. “kita ingat lebih sedikit karena kita nggak merasa perlu mengingat, kita tahu jawabannya, tapi kita nggak ngerti prosesnya, kreativitas kita makin mirip template, pikiran kita jadi pattern default, bukan personality,” ujarnya.

Dengan rangkaian pembicara yang menginspirasi, suasana artistik, serta tema reflektif yang kuat, TEDxUniversitasAirlangga 2025 kembali membuktikan perannya sebagai ruang tumbuhnya ide-ide segar di tengah dinamika zaman. Melalui Within The Shadeline, para peserta diajak bukan hanya mendengar, tetapi juga menelusuri sisi-sisi tersembunyi dari diri dan dunia yang mungkin selama ini luput dari perhatian mereka.