(FEB NEWS) 3 Juni 2025 – Pada hari Selasa, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga membuka secara resmi The 9th International Conference and Ph.D. Colloquium for Economics and Business (9th ICEB). Konferensi internasional yang berlangsung selama dua hari ini mempertemukan para akademisi, peneliti, dan praktisi dari berbagai negara dalam forum diskusi strategis mengenai isu-isu global di bidang ekonomi dan bisnis.
Salah satu sesi yang menarik perhatian peserta adalah materi ilmiah bertema “Membangun Ekonomi Digital Berkelanjutan” yang disampaikan oleh Professor Pedro R Palos Sanchez. Dalam presentasinya, ia mengangkat pendekatan visioner tentang masa depan teknologi digital yang menekankan pada keberlanjutan, keadilan sosial, dan penguatan kebijakan etis global.
Dalam presentasinya,Professor Pedro R Palos Sanchez menjelaskan bahwa pembelajaran mesin (machine learning) merupakan pondasi utama dari kecerdasan digital yang memungkinkan komputer untuk belajar dari data dan meningkatkan kinerja tanpa program eksplisit. Hal ini berbeda dengan sistem AI tradisional karena machine learning mampu beradaptasi berdasarkan pengalaman melalui proses pelatihan dan pengujian data.
Ia menyebut bahwa teknologi ini dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang, seperti pengamatan satelit, deteksi anomali, prediksi bencana alam, perubahan iklim, dan emisi gas rumah kaca. Misalnya, sistem machine learning mampu mengidentifikasi pola deforestasi dan membantu mitigasi dampak perubahan iklim melalui analisis data besar (big data).
Professor Pedro R Palos Sanchez Menekankan bahwa teknologi ini telah diterapkan dalam citra satelit untuk mendeteksi pola deforestasi, perubahan iklim, dan emisi gas rumah kaca, serta digunakan dalam sistem smart grid, bangunan cerdas, dan transportasi pintar yang mendukung ekonomi sirkular di berbagai negara. “Machine learning memungkinkan sistem berkembang secara mandiri melalui pengalaman, bukan hanya berdasarkan instruksi tetap dari pemrograman tradisional,” ujarnya.
Dalam praktik nyata, tim risetnya bekerja sama dengan Ecosia—mesin pencari ramah lingkungan—yang menanam sekitar 1.000 pohon untuk setiap satu juta pencarian, di mana 80% di antaranya berupa spesies tanaman unggul. Selain itu, penggunaan drone, fotogrametri spektral, dan cloud computing juga dibahas sebagai solusi dalam memantau kebakaran hutan dan lahan secara real-time. Menurutnya, “Dengan memanfaatkan data besar, kita dapat memajukan konservasi air, reforestasi, dan pengelolaan sumber daya lingkungan secara efisien.”
Professor Pedro juga menggaris bawahi tantangan penting, seperti ketimpangan akses digital-hanya 27% populasi di negara berkembang yang terkoneksi internet, dibandingkan 36% di negara maju—serta isu privasi dan bias algoritma. Upaya regulasi, seperti Artificial Intelligence Act di Eropa, menjadi sangat penting untuk memastikan penggunaan data besar tetap menghormati hak individu dan meminimalisir diskriminasi sistemik.
Sebagai langkah lanjut, Professor Pedro R Palos Sanchez mendorong perlunya kebijakan inklusif dan pendidikan yang menggabungkan machine learning serta teknologi digital untuk semua komunitas. Ia menekankan bahwa masa depan ekonomi digital harus dibangun di atas fondasi kerjasama global antar-sektor, infrastruktur digital yang setara, dan standar etika kuat. “Teknologi digital bukan sekadar alat efisiensi, melainkan motor perubahan sosial-ekologis yang berkelanjutan,” tutupnya.