
Surabaya, Selasa 12 Agustus 2025 — Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama East Java Economic Society resmi membuka East Java Economic (EJAVEC) Conference 2025 pada Selasa (12/8). Mengusung tema “Meningkatkan Produktivitas, Inovasi, dan Kapasitas Ekonomi Jawa Timur di Tengah Berbagai Tantangan Global”, konferensi ini mempertemukan akademisi, peneliti, pelaku usaha, dan pembuat kebijakan untuk membahas isu strategis perekonomian daerah dalam konteks daya saing global.
Salah satu pembicara utama, Prof. Ari Kuncoro, Guru Besar Universitas Indonesia, menegaskan bahwa dalam konteks modern, pertempuran ekonomi global tidak lagi hanya ditentukan oleh teknologi militer, tetapi oleh penguasaan rantai pasok dan logistik. Menurutnya, negara yang ingin menjadi kekuatan besar harus mampu menguasai rantai pasok global, bukan melalui dominasi destruktif, melainkan melalui efisiensi dan strategi negosiasi.
Prof. Ari mencontohkan hubungan dagang antara Amerika Serikat, Singapura, dan Tiongkok, di mana Singapura memainkan peran sebagai jembatan strategis. Ia juga menyoroti potensi Jawa Timur sebagai lokasi alternatif bagi industri global, misalnya jika perusahaan besar seperti Tesla mencari basis produksi baru ketika Vietnam atau Thailand menghadapi hambatan.
Lebih jauh, ia menjelaskan bahwa Jawa Timur masih memiliki “ruang produktivitas” yang luas, terutama di industri makanan, tekstil, pakaian, sepatu, dan kulit. Optimalisasi infrastruktur logistik—seperti jalur kereta api, jalan tol, dan konektivitas antar pulau—dinilai penting agar Jawa Timur dapat meniru kesuksesan koridor industri di negara lain seperti Vietnam dan Tiongkok.
Prof. Ari menekankan bahwa inovasi proses tidak kalah penting dibanding inovasi produk, mengingat biaya produksi di beberapa sektor cukup tinggi. Pelaku usaha Indonesia, katanya, perlu memanfaatkan analisis data, antropologi, dan pemahaman budaya negara mitra dagang untuk memperkuat posisi dalam negosiasi. “Sebagai contoh, Walmart bisa meminta penurunan harga hingga 9 persen. Produsen Indonesia harus memahami ruang tawar yang tersedia,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dapat menekan daya beli masyarakat. Sebaliknya, memberikan pelatihan kepada pekerja meski sementara tidak aktif produksi dapat menjaga martabat pekerja sekaligus mempersiapkan pemulihan ekonomi.
Menutup paparannya, Prof. Ari menekankan pentingnya keterampilan storytelling dan negotiation skill yang memadukan pemahaman budaya, bahasa, dan tren internasional. “Tidak cukup hanya deregulasi, tetapi juga kemampuan membuka percakapan yang tepat dengan mitra global,” pungkasnya.
Pesan Prof. Ari sejalan dengan agenda pembangunan berkelanjutan, khususnya SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur), serta SDG 17 (Partnership for the Goals). Dengan penguatan produktivitas, inovasi, dan keterampilan global, Jawa Timur memiliki peluang besar memperkuat daya saing sekaligus menjadi pemain penting di kancah internasional.
Penulis: Sevanya Fildzah Setiawan (E-Radio FEB UNAIR)