BERITA

AUDIT DI PERSIMPANGAN ETIKA DAN AI: SEBUAH SERUAN UNTUK EVOLUSI PROFESI DAN PENDIDIKAN

AUDIT DI PERSIMPANGAN ETIKA DAN AI: SEBUAH SERUAN UNTUK EVOLUSI PROFESI DAN PENDIDIKAN

(FEB UNAIR) Dengan masuknya era digital, berbagai profesi seperti audit telah diubah oleh kecerdasan buatan (AI). Konferensi ini membahas bagaimana etika dan kemajuan teknologi harus berjalan beriringan mengingat perubahan besar yang disebabkan oleh AI di bidang pembelajaran, penelitian, petisi, dan bahkan tata kelola institusi. Meskipun AI menawarkan potensi besar, integrasinya juga menimbulkan tantangan etika yang signifikan menuntut redefinisi peran auditor dari sekadar pemeriksa kepatuhan menjadi mitra akuntabilitas dan arsitek etika. Hal ini disampaikan oleh Perwakilan dari Univ Malaya (Malaysia), Assoc. Prof. Noor Adwa Sulaiman,  dalam Panel Seminar Sesi 2 (9th ICEB) bertema “Finance, Accounting and Auditing Research” yang digelar di Aula Fajar Notonegoro – Gedung Utama Lantai 2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga pada hari Selasa (03/6).

“Studi memperkirakan bahwa sekitar 94% kemungkinan pertumbuhan auditor dan akuntan akan tergantikan oleh Al dan otomatisasi dan bahkan ada yang mencapai 100% kemungkinan peningkatan tersebut. Namun, pertanyaan mendasar muncul: “Akankah auditor kemudian digantikan oleh AI?”, ungkap Noor Adwa dalam sesi pemaparan. Menurut Noor Adwa, AI tidak dapat memberikan kebijaksanaan, penilaian, penalaran etis, dan pengambilan keputusan profesional meskipun memiliki kemampuan untuk memproses data dan mengotomatisasi operasi seperti rekonsiliasi dan entri data. Oleh karena itu, kehadiran AI adalah “transisi” dan bukanlah ancaman bagi auditor.

Beliau menambahkan bahwa profesi audit kini tidak lagi terbatas pada laporan keuangan yang berjangkauan luas saja, namun Audit telah menjadi fungsi strategis yang bertugas menjaga kepercayaan yang memastikan integritas dalam sistem digital, memvalidasi klaim ESG oleh perusahaan, dan meminta pertanggungjawaban lembaga tidak hanya atas apa yang mereka laporkan, tetapi juga bagaimana mereka beroperasi dan berkembang.

“Transformasi audit menuju jaminan waktu nyata dan cakupan penuh didukung oleh sistem cerdas yang mampu menganalisis dan mendeteksi anomali dalam hitungan detik yang membawa tanggung jawab baru yang signifikan”, ujar Noor Adwa. Auditor kini perlu menilai struktur tata kelola dan pengembangan organisasi, meninjau integritas data dan teknik pemrosesan, serta memiliki kemampuan untuk menguji bias dan ketidakjelasan AI.

Namun, dengan kekuatan besar AI, muncullah “kebutaan etika.” Masalah mendesak terkait AI meliputi bias otorisasi, ketidakjelasan data, dan penerapan pengambilan keputusan yang tidak etis. “Ketika data historis digunakan untuk melatih AI, artinya pada kenyataannya baik sosial, ekonomi, maupun kelembagaan, bias tersebut dapat diabadikan dan bahkan diperkuat dalam model prediktif,” jelas Noor Adwa. Hal ini bisa mengakibatkan bias, penipuan, atau perlakuan yang tidak setara.

Integrasi AI menghadirkan tantangan dan peluang bagi profesi audit, pendidikan, dan penelitian. “Tidak ada satu pun lembaga, profesi, atau sektor yang dapat merespons secara terpisah,” tegas Noor Adwa. Terbitlah “panggilan untuk bertindak” agar generasi sekarang menyadari biaya akuntabilitas di era yang semakin didorong oleh AI. Demi masa depan, disarankan agar secara terbuka mendukung penelitian etik AI sekaligus memastikan sistem pendidikan dan penelitian beradaptasi dengan kenyataan digital ini. Auditor masa depan perlu menguasai analitik, etika digital, pengelolaan dan respons data, serta keterampilan dalam kerangka kerja ESG. Hal ini merupakan langkah penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat di zaman otomatisasi dan keberlanjutan.

Penulis : Zawilla Defitrianti Bahtiar  (E-Radio FEB UNAIR)