BERITA

Kejahatan Cyber dan Masa Depan E- Commerce Indonesia

Kejahatan Cyber dan Masa Depan E- Commerce Indonesia

Title: Kejahatan Cyber dan Masa Depan E- Commerce Indonesia

Authors:

  1. Dicky Andriyanto

Department: Akuntansi

Opini:

Kasus kejahatan cyber yang menghambat aktivitas publik kembali terjadi setelah Pusat Data Nasional (PDN) diserang oleh hacker dengan menggunakan ransomware.

Kejahatan ransomware merupakan kejahatan cyber di mana pelaku/hacker meminta sejumlah uang dengan cara mengendalikan data-data penting atau memblokir sementara akses terhadap file penting sebuah perusahaan atau negara.

Kejahatan ini pernah dialami wilayah kota-kota di Texas, Amerika Serikat, pada tahun 2019, di mana mereka pernah diancam untuk memberikan uang jutaan dolar setelah ransomware yang diberi julukan Sodikinibi mengganggu sistem data komputer di area tersebut.

Kejahatan cyber yang terjadi di Indonesia saat ini bukan pertama kalinya terjadi. Kejadian sebelumnya pernah dialami dikenal dengan kasus Bjorka, sebutan hacker yang melakukan peretasan pada sejumlah data penting di Indonesia pada tahun 2022.

Pencurian data yang akhir-akhir ini marak terjadi, mengingatkan kembali pada sebuah pernyataan dari seorang akademisi University of Sheffield bernama Clive Humby (2006) yang pernah mengatakan “data is the new oil”. Dapat dimaknai bahwa data memiliki nilai berharga bagaikan minyak yang pada waktu itu merupakan produk dengan harga mahal.

Pernyataan tersebut pada akhirnya menjadi fakta bahwa saat ini data instansi/perusahaan merupakan komoditas dengan nilai tinggi dan dapat dijual pada pihak-pihak yang membutuhkan layaknya komoditas minyak.

Data telah menjadi sebuah aset sangat penting bagi semua negara maupun entitas bisnis di dunia karena di dalamnya terdapat semua informasi vital menyangkut rahasia negara atau perusahaan, sehingga keberadaannya harus dirahasiakan dan diamankan seketat mungkin.

Dampak kejahatan cyber cenderung cepat meluas dan menghambat segala bentuk aktivitas masyarakat yang telah menggantungkan sebagian besar kegiatannya dengan menggunakan teknologi, sebagai contoh dapat diamati pada aspek ekonomi berbasis digital.

Dari sisi ekonomi dan bisnis, seperti yang diketahui bahwa mayoritas perekonomian di Indonesia saat ini telah ditopang dengan kekuatan teknologi atau lebih dikenal dengan e-commerce. Terlebih, sektor UMKM menjadi pengguna e-commerce terbesar dengan jumlah pengguna sebanyak 22 juta unit usaha dan menghasilkan nilai transaksi mencapai Rp 476,3 Triliun (Kemenkop-UKM, 2023).

Lebih lanjut studi dari Google, Temasek, Bain and Company (2023) telah memproyeksikan ekonomi digital Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan di tahun 2025 bernilai US$ 109 Miliar dan tahun 2030 bernilai US$ 210 Miliar menandakan jika iklim ekonomi dan bisnis berbasis digital Indonesia sangat potensial dan menjadi tumpuan baru penerimaan negara.

Potensi baik ini harus didukung penuh oleh negara supaya investor semakin tertarik untuk berinvestasi di Indonesia karena mengetahui digitalisasi ekonominya berjalan secara masif. Maka, selain membangun “Tol Langit” seperti yang dicanangkan oleh pemerintah, peningkatan keamanan data tidak boleh dikesampingkan karena data memiliki tingkat kerentanan tinggi untuk dibajak.

Membangun iklim digitalisasi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit, bahkan Alibaba sebagai perusahaan platform bisnis digital terkemuka di dunia berencana mengeluarkan budget sebesar 1,2 miliar dolar untuk membangun pusat data di Vietnam pada tahun 2030 demi menjangkau bisnis dan meningkatkan mutu layanan.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana upaya pengembangan marketplace khususnya di Indonesia menjaga keamanan data di tengah risiko pencurian data saat ini dan di masa depan? Betapa pun canggihnya teknologi yang digunakan seperti Cloud, AI, Big Data, dan lainnya, tetap menghadirkan risiko yang patut diwaspadai.

Secara konsep, terdapat 3 cara untuk meminimalisir kejahatan cyber yang dapat mengancam keberlangsungan e-commerce, antara lain langkah pertama adalah perusahaan marketplace selaku penyedia platform/aplikasi pasar digital menganalisis risiko keamanan sebagai pilar utama dalam membangun sistem keamanan data. Analisis keamanan bertujuan untuk menilai tingkat keamanan data terhadap risiko pencurian.

Upaya Analisis Keamanan Dapat Dilakukan Dengan Pengujian Keamanan Sistem Untuk Melindungi Data Maupun Meningkatkan Kemampuan Sistem Untuk Mendeteksi Ransomware Dan Varian Virus Sistem Lainnya. Langkah Kedua Membangun Kemampuan Keamanan Dengan Cara Mendirikan Keamanan Dasar, Mitigasi Perlindungan Terhadap Risiko Inheren/Bawaan (Contoh: tidak optimalnya kinerja sistem keamanan karena versinya sudah lama) dan risiko eksternal (contoh: hacker), serta peningkatan keamanan data secara komprehensif. Keamanan dasar untuk mengantisipasi ancaman ringan seperti virus yang menyebabkan platform bermasalah dengan cara mencadangkan data secara rutin, melacak letak masalah, dan memulihkan secepatnya supaya tidak menghambat kegiatan transaksi.

Mitigasi risiko dilakukan dengan cara merancang sistem keamanan untuk bisa mengenal jenis risiko dan melaporkan kepada pengelola sistem untuk bisa segera diberikan penanganan. Langkah ketiga adalah manajemen risiko untuk memilah risiko-risiko yang dapat mengancam keamanan data, sehingga bisa segera ditindaklanjuti sesuai sistem keamanannya dan peningkatan keamanan data melalui pembaharuan sistem keamanan secara berkala.

Permasalahan peretasan data telah menjadi ancaman serius di era 4.0 ini, maka mengembangkan sistem keamanan menjadi keniscayaan yang perlu dimaksimalkan oleh pengelola marketplace untuk menjaga kerahasiaan data penggunanya. Perlu digarisbawahi, bahwa semakin canggih sistem keamanan data akan disertai dengan semakin canggih cara peretasannya.

Jangan sampai kasus yang pernah terjadi pada salah satu e-commerce terkemuka Indonesia yaitu Tokopedia yang disinyalir terdapat 91 juta data pengguna bocor di tahun 2020 terulang kembali. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan beberapa dampak negatif seperti ketidakpercayaan, ketidaknyamanan, dan menurunkan minat masyarakat untuk menggunakan teknologi dalam bertransaksi.

Bahkan investor yang berkeinginan untuk memberikan investasinya kepada perusahaan marketplace akan memalingkan pandangannya kepada pihak lain setelah menilai keamanan cyber di Indonesia masih lemah. Oleh karena itu, pembaharuan sistem keamanan data secara berkala harus selalu ditingkatkan demi kenyamanan seluruh pemangku kepentingan seperti penjual dan pembeli.

Partisipasi pemerintah dibutuhkan untuk membantu menjamin kelancaran dan keamanan data bisnis supaya arus ekonomi khususnya di level menengah ke bawah seperti UMKM yang paling banyak menggunakan e-commerce tidak kehilangan pangsa pasarnya. Kita tidak bisa berpaku hanya pada satu sistem keamanan saja, namun perlu melakukan inovasi sistem keamanan, monitoring, dan evaluasi secara berkesinambungan supaya masa depan e-commerce di Indonesia tetap terjaga.

For details: https://halojember.jawapos.com/opini/2214841739/kejahatan-cyber-dan-masa-depan-e-commerce-indoneisa-opini-dicky-andriyanto