BERITA

MAHASISWA FEB UNAIR PIMPIN TIM LINTAS FAKULTAS LOLOS PENDANAAN PKM 2025 DENGAN RISET UNESCO GLOBAL GEOPARK

MAHASISWA FEB UNAIR PIMPIN TIM LINTAS FAKULTAS LOLOS PENDANAAN PKM 2025 DENGAN RISET UNESCO GLOBAL GEOPARK

Meningkatnya pengakuan global terhadap kawasan-kawasan bernilai geologis di Indonesia mendorong sekelompok mahasiswa Universitas Airlangga (UNAIR) untuk menelisik lebih jauh apakah status internasional seperti UNESCO Global Geopark (UGGp) benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya?
Melalui skema Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) 2025, tim lintas fakultas UNAIR berhasil lolos pendanaan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendiktisaintek RI). Kompetisi pendanaan PKM terdiri dari dua skema, yakni skema pendanaan dan skema insentif. Skema PKM Pendanaan merupakan bantuan dana awal yang diberikan oleh Kemendiktisaintek RI kepada kelompok mahasiswa untuk melaksanakan ide kreativitas yang telah mereka ajukan dan lolos seleksi. Skema ini mencakup bidang PKM-RE, PKM-KC, PKM-KI, PKM-PM, PKM-K, PKM-VGK, dan PKM-RSH yang berhasil didapatkan oleh Tim Geopark. Sedangkan pada PKM skema insentif merupakan bentuk apresiasi berupa insentif non-pendanaan yang diberikan pada kelompok mahasiswa atas karya terbaiknya berupa artikel. Bidang dalam skema ini adalah PKM-AI dan PKM-GFT. Tim Geopark Universitas Airlangga berhasil lolos pendanaan, dari total 33.039 proposal PKM 2025, hanya 1.590 tim yang berhasil lolos pada tahap pendanaan.

Tim Geopark dengan keberhasilannya sebagai tim lolos didanai membawakan riset berjudul “Studi Evaluasi Komparatif: Dampak Penobatan Status Berbeda UNESCO Global Geopark Ijen dengan Geopark Nasional Bojonegoro terhadap Masyarakat Lokal.” Tim Geopark dengan dosen pembimbing Bapak Angga Erlando., SE., M.Ec.Dev (Ketua Pusat Pendampingan Prestasi Mahasiswa, FEB Unair) terdiri dari lima mahasiswa yang diketuai oleh Bey Fitria Salsabila (FEB-2022) dengan anggota Muhammad Taufiq Hidayat (FEB-2022), Diza Ulya Nurfaizah (FKM-2022), Mohamad Devan Tri Oktavadhan (FKM-2022), dan Bagas Putut Pratama (FKM-2024). Mereka menyatukan perspektif ekonomi, sosial, lingkungan hingga pendidikan masyarakat untuk menilai secara komprehensif dampak penobatan geopark terhadap kehidupan masyarakat lokal.

Mengupas UGGp: Prestise Global yang Harusnya Menyentuh Akar Rumput

Geopark merupakan konsep pengelolaan kawasan yang mengintegrasikan aspek geologi dan kearifan lokal dalam satu sistem pembangunan berkelanjutan. UNESCO Global Geopark (UGGp) adalah bentuk pengakuan status yang diberikan oleh UNESCO kepada kawasan dengan warisan geologi yang dinilai memiliki nilai khas bagi suatu wilayah. Namun, pengakuan internasional tersebut belum tentu otomatis berbanding positif dengan dampak nyata di tingkat lokal.

Status UGGp seringkali hanya dipahami sebagai simbol prestise atau pencapaian global. Padahal, semangat dibalik penobatan ini adalah bagaimana pengelolaan kawasan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui konservasi, edukasi, dan ekonomi berkelanjutan.

Kawasan Geopark tidak hanya menawarkan panorama alam yang memikat, tetapi juga menjadi pusat perputaran ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal. Aktivitas ekonomi di kawasan Geopark mencakup perdagangan hasil bumi, penjualan kerajinan tangan, jasa pemandu wisata, homestay, hingga UMKM yang tersebar di sekitar jalur wisata. Setiap hari libur, lonjakan kunjungan wisatawan memicu peningkatan konsumsi lokal yang berdampak langsung pada pelaku usaha. Bu Elis, pemilik salah satu UMKM di Geopark Ijen, menyebutkan bahwa omzet tokonya pada hari-hari ramai bisa mencapai Rp8 juta per hari. Fakta ini menunjukkan bahwa keberadaan Geopark dapat menjadi motor penggerak ekonomi jika dikelola secara tepat dengan mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam rantai pasok pariwisata.

Temuan Lapangan: Rendahnya Literasi dan Minimnya Sosialisasi

Riset ini telah memasuki tahap pengumpulan data lapangan di dua kawasan yang di mulai pada bulan Juli lalu hasilnya Geopark Ijen yang telah diakui sebagai UGGp sejak 2023, serta Geopark Bojonegoro yang saat ini masih berstatus nasional dan sedang dalam proses pengajuan ke UNESCO.

Selama proses survei pada UGGp Ijen, tim menemukan berbagai temuan menarik, salah satunya adalah masih rendahnya literasi masyarakat terkait konsep geopark dan status UGGp. Banyak masyarakat yang bahkan belum tahu bahwa wilayah tempat tinggal mereka telah menjadi bagian dari UGGp. Mereka tahu kawasan ini indah, punya daya tarik wisata, tapi tidak tahu tentang status UNESCO-nya.

Tidak hanya itu, fasilitas penunjang informasi seperti papan nama geopark yang sebelumnya ada, kini telah hilang atau tidak terawat. Banyak wisatawan yang datang pun mengaku tertarik karena keindahan alam, bukan karena status UNESCO. Hal ini menunjukkan bahwa branding dan komunikasi publik mengenai UGGp belum berjalan optimal.

Fakta ini semakin menarik ketika tim geopark mewawancarai pengelola wisata dan pihak pemerintah daerah. Meskipun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata memahami tujuan besar UNESCO Global Geopark (UGGp) sebagai pendorong wisata berkelanjutan, implementasinya di lapangan masih terbentur koordinasi, sumber daya, dan program pemberdayaan masyarakat yang belum maksimal.

Hal ini mengindikasikan adanya gap antara ekspektasi manfaat yang seharusnya diberikan oleh status UGGp dengan kenyataan yang dirasakan masyarakat. Tanpa sosialisasi yang tepat dan program pemberdayaan yang terstruktur, status UGGp dikhawatirkan hanya menjadi penghargaan seremonial semata.

Oleh karena itu, tim PKM yang diketuai oleh Bey Fitria dari FEB UNAIR akan mengupayakan hasil riset yang transparan, mendukung kesejahteraan masyarat lokal, dan menjadi jembatan bagi pengembang serta pemangku kepentingan.

Riset ini juga memperoleh dukungan penuh dari para dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga. Menariknya, dukungan ini tidak terbatas pada bidang studi tertentu seluruh dosen FEB UNIAR, tanpa memandang latar belakang keilmuan bersedia berbagi pengalaman dan pengetahuan kepada tim Geopark dalam mendukung riset ini.

Kendala utama penelitian ini terletak pada sulitnya menyelaraskan jadwal dengan pengembang dan pemangku kepentingan serta beragamnya alur birokrasi yang harus dilalui. Meski demikian, hal ini tidak menghambat semangat tim untuk menjalankan riset secara optimal. Justru proses penelitian menjadi menyenangkan karena memberi kesempatan bagi tim untuk mengunjungi berbagai situs warisan geologi luar biasa di Indonesia serta berinteraksi langsung dengan masyarakat dari beragam latar belakang. Pertemuan ini membuka wawasan bahwa peluang sering kali hadir di sekitar kita, namun hanya segelintir orang yang mampu mengenali dan mengembangkannya.

Hasil riset ini diharapkan tidak hanya berhenti pada laporan tertulis, tetapi juga menjadi landasan empiris bagi pengambilan kebijakan di bidang sosial, ekonomi, lingkungan, dan pendidikan. Temuan penelitian dapat menjadi acuan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam merumuskan strategi pengembangan pariwisata, potensi investasi, dan penyediaan infrastruktur yang memadai.

Lebih dari itu, riset ini mencerminkan peran nyata universitas dalam menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sudut pandang masyarakat yang selama ini memandang universitas hanya sebagai pencetak tenaga kerja perlu bergeser menuju paradigma bahwa universitas adalah pusat penyelesaian masalah nyata di masyarakat dan penggerak perubahan yang berdampak.